Setiap tanggal 25 April, dunia memperingati Hari Malaria Sedunia sebagai bentuk keprihatinan sekaligus seruan global untuk melawan salah satu penyakit infeksi mematikan yang masih terus menghantui banyak negara. Malaria, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, tidak hanya menyebabkan demam tinggi dan menggigil pada penderitanya, tetapi juga menyimpan potensi mematikan yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Menurut Siloam Hospital, malaria termasuk dalam penyakit infeksi serius yang memerlukan penanganan cepat dan tepat. Meski gejalanya terkadang menyerupai penyakit lain, malaria dapat berkembang menjadi komplikasi berat jika tidak segera ditangani. Sayangnya, hingga saat ini, malaria masih menjadi momok yang nyata di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Situasi Malaria Global dan Indonesia
Laporan dari National Today mengungkapkan bahwa setiap tahun, malaria menelan ratusan ribu nyawa, dengan kawasan Afrika Sub-Sahara menjadi wilayah dengan beban terberat. Pada tahun 2023, tercatat bahwa 94% dari seluruh kasus malaria di dunia dan 95% dari seluruh kematian akibat malaria terjadi di kawasan ini. Negara-negara seperti Nigeria, Mali, dan Burundi menjadi yang paling terdampak, menanggung beban kesehatan masyarakat yang luar biasa besar akibat penyakit ini.
Indonesia sendiri tak luput dari ancaman malaria. Data dari tahun 2021 mencatat lebih dari 90 ribu kasus malaria, menjadikannya salah satu negara dengan tingkat infeksi tinggi di kawasan Asia. Meskipun telah terjadi penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia masih berada di posisi kedua tertinggi untuk kasus malaria di Asia, setelah India.
Provinsi Papua dan Papua Tengah menjadi daerah dengan jumlah kasus paling tinggi di Indonesia, menyumbang sekitar 86% dari total kasus secara nasional pada tahun 2024. Fakta ini menegaskan bahwa tantangan pengendalian malaria di Indonesia sangat dipengaruhi oleh faktor geografis, akses layanan kesehatan, dan tingkat kesadaran masyarakat.
Di tengah keprihatinan itu, ada secercah harapan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan Hari Malaria Sedunia sebagai upaya membangkitkan kesadaran global sekaligus mengonsolidasikan komitmen bersama untuk mengakhiri malaria. Target ambisius pun telah dicanangkan: menurunkan angka kematian akibat malaria hingga 90% dalam dekade mendatang.
Kemajuan dalam teknologi medis, serta edukasi masyarakat tentang pencegahan menjadi ujung tombak perjuangan ini. Namun, kunci utamanya tetap terletak pada kolaborasi antara pemerintah, tenaga medis, peneliti, hingga masyarakat umum itu sendiri.
Hari Malaria Sedunia bukan sekadar momen seremoni tahunan. Ia adalah pengingat bahwa malaria bukan hanya masalah negara berkembang, tetapi tantangan global yang membutuhkan solusi. Dunia tidak bisa lagi menoleransi penyakit yang bisa dicegah dan diobati, terlebih jika ratusan ribu nyawa masih terus melayang setiap tahunnya.
Melalui peringatan ini, mari kita teguhkan langkah untuk membangun dunia yang bebas dari malaria. Dunia di mana setiap anak bisa tidur tanpa takut digigit nyamuk pembawa penyakit, dan setiap keluarga bisa menjalani hidup sehat tanpa dibayangi kecemasan yang menyesakkan.
Karena dalam perjuangan melawan malaria, tak ada langkah yang terlalu kecil selama kita melangkah bersama. Semua itu bisa dimulai dengan hidup bersih, menjaga lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampah sembarangan, buang atau kurangi genangan air karena itu bisa menjadi tempat tumbuh jentik-jentik cikal bakal nyamuk. [UN]

