Jakarta – Sebuah ponsel yang diselundupkan keluar dari Korea Utara mengungkapkan bagaimana pemerintahan Kim Jong Un mengawasi dan mengontrol aktivitas rakyatnya.
Menurut investigasi oleh BBC, ponsel Korea Utara tidak memiliki akses internet, memblokir informasi dari luar (khususnya tontonan), menyensor bahasa Korea Selatan, dan memata-matai penggunanya secara real time.
Contohnya, kata “Oppa” (오빠) yang berarti kakak laki-laki. Orang-orang di Korea Selatan menggunakan kata tersebut sebagai bahasa gaul (slang) untuk merujuk pada kekasih mereka.
Ponsel Korea Utara secara otomatis mengoreksi kata tersebut menjadi “Kamerad” (동지).
Dan sebuah pesan muncul pada keyboard: “PERINGATAN!: Kata ini hanya dapat digunakan jika Anda adalah saudara kandung atau kerabat.”
Kemudian, jika pengguna mengetik kata “Korea Selatan” (남한), ponsel itu secara otomatis mengoreksinya menjadi “Negara boneka” (괴뢰지역).
Itu adalah cara orang-orang Korea Utara menyebut Korea Selatan.
Ponsel Korea Utara juga mengambil tangkapan layar setiap lima menit sekali dan menyimpannya di sebuah folder yang dapat diklik oleh pengguna.
Namun, hanya pemerintah yang bisa membuka semua file di dalamnya. Dengan begitu, mereka bisa memantau apa yang rakyat lihat dan bagikan.
Pemerintah Korea Utara tidak hanya menerapkan sensor pada ponsel, tetapi juga pada radio, televisi, dan media online.
Mengutip dari The Economic Times, mengubah pengaturan ini atau mencoba mengakses media asing diklasifikasikan sebagai pelanggaran pidana serius. Pengembang telah menyegel ponsel untuk mencegah perubahan perangkat keras.
Menurut laporan hak asasi manusia oleh Kementerian Unifikasi Korea Selatan, upaya penyensoran rezim Korea Utara semakin kuat di bawah Kim Jong Un.
Laporan tersebut, yang didasarkan pada kesaksian dari 649 pembelot, merinci bagaimana para pejabat Korea Utara secara rutin memeriksa ponsel untuk mencari bahasa gaul, nama kontak, atau media yang menunjukkan adanya paparan budaya asing, terutama Korea Selatan.
K-pop dan drama Korea dilarang sepenuhnya. Impor budaya dari Korea Selatan dianggap subversif.
Satu kasus yang dikutip dalam laporan tersebut sangat mencolok: seorang laki-laki berusia 22 tahun dilaporkan dieksekusi di depan umum karena mendengarkan dan membagikan musik dan film Korea Selatan. [BP]