DOKTRIN Dwifungsi ABRI yang menjadi salah satu pondasi rezim Orde Baru dikhawatirkan kembali muncul terkait rencana pemerintah mengizinkan TNI/Polri mengisi jabatan Aparatur Sipil Negara. Dwifungsi ABRI jaman Orba dikenal anti demokrasi dan menjadi sarana menguatnya militerisme di Indonesia.
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang, aturan yang akan akan disahkan jadi peraturan pemerintah pada akhir April 2024 tersebut perlu diwaspadai. Junimart menyoroti rencana pemerintah tersebut yang digulirkan menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024.
“Ini termasuk penjabat (pj) kepala daerah atau bagaimana pak? Ini menyangkut pilkada sebentar lagi nih. Jadi, jangan sampai nanti muncul dwifungsi. Ini mesti dijelaskan juga,” ucap Junimart dalam rapat kerja dengan Kementerian PANRB di DPR RI (13/3).
Dalam rapat kerja DPR RI itu Fraksi PKS juga mempertanyakan urgensi penempatan TNI/Polri dalam jabatan sipi. Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera menyinggung amanat reformasi yang menghapuskan dwifungsi ABRI yang harus betul-betul dijalankan.
“Kita memang tetap terikat kepada aturan, ada slot-slot yang boleh, tapi mungkin kita perlu tegas bahwa di luar itu memang sebaiknya urusan sipil diserahkan kepada teman-teman sipil yang tidak kalah baiknya dengan teman-teman TNI/Polri,” kata Mardani.
Sebelumnya Pemerintah berencana mengizinkan anggota TNI/Polri mengisi jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen ASN.
Menpan RB Abdullah Azwar Anas paham bahwa rencana ini menjadi sorotan banyak pihak. Namun, ia mengatakan ini merupakan bagian dari rancangan peraturan pemerintah (RPP) manajemen ASN yang merupakan tindak lanjut UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Azwar Anas menjelaskan ada 10 pokok dalam RPP manajemen ASN, salah satunya TNI/Polri yang bisa mengisi jabatan ASN. Menpan RB Anas menargetkan RPP manajemen ASN ini rampung pada 30 April 2024 mendatang.
Mengembalikan Dwifungsi ABRI?
Rencana pemerintah tersebut dinilai menjadi ancaman bagi demokrasi yang sebelumnya terjadi ketika Orde Baru menjalankan dwifungsi ABRI. Penempatan aparat TNI/Polri dalam jabatan sipil dinilai menyalahi fungsi pertahan dan keamanan.
Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai TNI-Polri sebagai lembaga pertahanan dan keamanan tak sepatutnya terlibat kegiatan politik dan menduduki jabatan sipil.
“Jelas hal itu akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya praktik dwifungsi ABRI seperti pada masa otoritarian orde baru,” kata Gufron melalui keterangan tertulis, Kamis (14/3).
Gufron menilai rencana perizinan TNI-Polri untuk mengisi jabatan ASN telah menyalahi fungsi mereka sebagai lembaga pertahanan dan keamanan. PP ini dinilai sebagai bukti Pemerintah telah bertolak belakang dengan semangat reformasi 1998.
Penghapusan Dwifungsi ABRI adalah salah satu amanat reformasi untuk melakukan demokratisasi di Indonesia di bawah pemerintah otoriter Soeharto.
Salah satu praktik Dwi fungsi ABRI yang dihapuskan adalah penempatan anggota TNI dan Polri aktif pada jabatan-jabatan sipil, baik di kementerian, lembaga negara maupun pemerintah daerah seperti Gubernur, Bupati, Wali Kota.
Pada bahan paparan Menpan RB Anas dalam raker bersama, ada 6 poin ketentuan mengenai prajurit TNI/Polri yang bisa mengisi jabatan ASN.
1. Hanya untuk jabatan ASN tertentu pada instansi pusat tertentu
2. Prajurit TNI dan anggota Polri yang menduduki jabatan ASN pada instansi pusat tidak dapat beralih status menjadi ASN
3. Khusus bagi prajurit TNI dan anggota Polri yang merupakan talenta terbaik di lingkungan TNI/Polri
4. Harus memenuhi kualifikasi pendidikan, kompetensi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak/pengalaman jabatan yang relevan, kesehatan, integritas, dan persyaratan jabatan lain
5. Pangkat paling kurang setara dengan tingkatan jabatan ASN yang akan diduduki sesuai persetujuan menteri serta berusia paling tinggi satu tahun sebelum batas usia pensiun TNI/Polri
6. Dilakukan melalui mekanisme manajemen talenta apabila terdapat kebutuhan
Azwar Anas menekankan pembahasan rancangan PP tentang Manajemen ASN telah mendekati tahap akhir. Menurutnya, substansi dalam aturan tersebut sudah 100 persen terpenuhi dan menargetkan PP terbit pada akhir April 2024. [PAR]