Sejarah kerap menyimpan luka yang tak mudah sembuh. Di tengah riuhnya pembangunan dan kemajuan zaman, ada peristiwa-peristiwa pilu yang terus bergema dalam ingatan kolektif sebuah bangsa.
Kalimantan Barat, salah satu provinsi yang kaya akan budaya dan sejarah, memiliki satu babak kelam yang tak pernah luput dari kenangan warganya. Sebuah tragedi besar yang tidak hanya menyayat hati, tetapi juga meninggalkan jejak mendalam dalam perjalanan panjang perjuangan rakyatnya.
Tragedi itu dikenal dengan nama Peristiwa Mandor—sebuah kisah tentang keberanian, pengkhianatan, dan duka yang masih dirasakan hingga kini. Untuk itulah, setiap tanggal 28 Juni diperingati sebagai Hari Berkabung Daerah Kalimantan Barat.
Hari itu ditetapkan sebagai Hari Berkabung Daerah, sebuah penanda sejarah yang merujuk pada tragedi kelam yang pernah mengguncang tanah Kalbar yaitu Peristiwa Mandor, pembantaian massal yang dilakukan tentara pendudukan Jepang pada masa Perang Dunia II.
Peristiwa Mandor terjadi pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, tepatnya pada tahun 1944. Tragedi ini bermula dari semangat perjuangan sejumlah pemuda Kalimantan yang merencanakan sebuah pemberontakan terhadap kekuasaan militer Jepang.
Aksi ini dirancang untuk dilakukan pada 8 Desember 1943—sebuah tanggal yang dipilih secara simbolis karena bertepatan dengan tiga tahun peringatan keberhasilan Jepang menyerang Pearl Harbor, titik awal keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II.
Sasaran utama pemberontakan adalah kantor pusat Tokkei Tai, pasukan polisi rahasia militer Jepang. Namun, rencana tersebut tidak pernah mencapai pelaksanaannya. Jaringan pemberontakan di Banjarmasin lebih dahulu terendus dan ditumpas.
Penangkapan, penyiksaan, dan eksekusi menyebar seperti api ke seluruh Kalimantan Barat. Dalam waktu singkat, puluhan ribu orang—tokoh masyarakat, bangsawan lokal, intelektual, hingga rakyat biasa—dituduh sebagai bagian dari pemberontakan, dan dibantai tanpa pengadilan yang adil.
Puncak kekejaman itu terjadi pada 28 Juni 1944 di Desa Mandor, Kabupaten Landak, sekitar 90 kilometer dari Kota Pontianak. Menurut catatan dalam jurnal Memori Sosial terhadap Peristiwa Mandor 1944 di Kalimantan Barat yang diterbitkan oleh Institutional Repository Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tragedi ini merenggut nyawa sekitar 21.073 orang. Jumlah tersebut mencerminkan betapa luas dan sistematisnya operasi pembantaian yang dilakukan oleh tentara Jepang.
Untuk mengenang dan menghormati para korban, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menetapkan 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah melalui Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 5 Tahun 2007.
Peraturan ini juga menetapkan Makam Juang Mandor sebagai Monumen Daerah, tempat di mana para korban dimakamkan secara massal dan menjadi simbol perlawanan serta penderitaan rakyat Kalbar di masa penjajahan.
Setiap tahun, Pemerintah Daerah bersama masyarakat Kalimantan Barat menggelar upacara dan ziarah di Makam Juang Mandor. Tradisi ini bukan hanya menjadi bentuk penghormatan terhadap para syuhada yang gugur, tetapi juga sebagai pengingat bagi generasi muda akan pentingnya menjaga kemerdekaan dan menghargai pengorbanan para pendahulu.
Hari Berkabung Daerah bukan sekadar peringatan seremonial. Ia adalah bagian dari memori kolektif yang menjahit luka sejarah agar tidak terlupakan. [UN]