Perpusnas RI (Foto: Sulindo/Ulfa Nurfauziah)

Di tengah era digital yang serba cepat, ketika informasi mengalir deras dari layar-layar gawai, kehadiran perpustakaan sebagai rumah ilmu tak lantas kehilangan maknanya. Justru, di tengah arus deras tersebut, perpustakaan menjadi jangkar yang menstabilkan arah pemikiran dan pendalaman wawasan. Di Indonesia, simbol kebudayaan literasi itu menjelma dalam wujud bangunan megah yang berdiri kokoh di jantung ibu kota, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI).

Perpusnas bukan hanya tempat menyimpan buku-buku berjilid tebal, melainkan juga merupakan pusat pengetahuan yang dirancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat masa kini akan informasi yang kredibel, ruang belajar yang nyaman, dan fasilitas yang inklusif. Di sanalah berjuta halaman pengetahuan tersimpan rapi, menanti untuk dijelajahi oleh siapa pun yang haus akan ilmu.

Dibangun dengan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa, Perpustakaan Nasional RI telah melewati perjalanan sejarah yang panjang dan penuh dedikasi. Dari ruang-ruang kecil yang tersebar di beberapa titik Jakarta, hingga kini menjadi satu kompleks monumental yang memadukan nilai sejarah, teknologi, dan pelayanan publik, Perpusnas telah bertransformasi menjadi simbol kemajuan intelektual bangsa.

Bukan tanpa alasan Perpusnas menjadi kebanggaan nasional. Selain koleksi literaturnya yang luar biasa, tempat ini juga menjadi pusat aktivitas kebudayaan, riset, dan inovasi di bidang perpustakaan. Di balik setiap rak dan lorongnya, terdapat kisah tentang bagaimana bangsa ini berupaya menyusun narasi masa depan melalui aksara dan bacaan.

Seiring perubahan zaman, Perpustakaan Nasional terus berbenah dan berinovasi. Tidak hanya sebagai gudang buku, tetapi juga sebagai ruang publik yang inklusif, terbuka, dan mampu menjangkau generasi muda dengan cara-cara yang lebih relevan. Di bawah kepemimpinan baru, harapan akan masa depan literasi Indonesia terus bergema, bahwa pengetahuan tak boleh mengenal batas, dan bahwa setiap warga negara berhak atas akses informasi yang adil dan merata.

Dalam artikel ini, kita akan menelusuri lebih dalam tentang kiprah, sejarah, fasilitas, dan transformasi Perpustakaan Nasional RI sebagai ikon literasi bangsa dan lambang kecerdasan Indonesia.

Sejarah Panjang Perpustakaan Nasional

Perpustakaan Nasional RI bukan hanya tempat menyimpan buku, tetapi juga merupakan bagian integral dari pengembangan sistem perpustakaan nasional secara menyeluruh. Fasilitas yang ditawarkan sangat beragam, mulai dari layanan koleksi buku langka, ruang teater, layanan audiovisual, area budaya baca, hingga data center modern. Tak hanya itu, Perpusnas juga menjadi kantor bagi Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, menegaskan fungsinya sebagai pusat pengetahuan nasional.

Suasana dalam gedung pun sangat mendukung untuk belajar—tenang, nyaman, dan rapi. Tak heran jika Perpusnas menjadi destinasi favorit para pelajar, mahasiswa, peneliti, bahkan masyarakat umum yang ingin memperluas wawasan.

Perpustakaan Nasional RI resmi berdiri pada 17 Mei 1980, bertepatan dengan penetapan Hari Buku Nasional. Pendirinya adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Jusuf yang kala itu menjadikan lembaga ini sebagai bagian dari Direktorat Jenderal Kebudayaan di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Namun, baru pada tahun 1981 keseluruhan fisik perpustakaan ini benar-benar utuh dan dapat difungsikan.

Pada masa awalnya, Perpusnas menempati sejumlah lokasi berbeda, seperti di Jalan Merdeka Barat 12, Jalan Merdeka Selatan 11, dan Jalan Imam Bonjol 1—yang kini dikenal sebagai Museum Naskah Proklamasi.

Kemajuan besar terjadi berkat prakarsa almarhum Ibu Tien Soeharto dan dukungan Yayasan Harapan Kita. Perpusnas mendapatkan hibah tanah seluas lebih dari 16.000 meter persegi serta gedung baru berlantai sembilan yang menjadi jantung kegiatan perpustakaan. Lahan tersebut dulunya merupakan sekolah HBS pertama pada masa kolonial, dan kini telah bertransformasi menjadi gedung utama Perpusnas di Jalan Salemba Raya.

Gedung sembilan lantai di sebelahnya difungsikan sebagai ruang utama penyimpanan dan pelayanan koleksi buku kepada publik.

Pada 11 Maret 1989, kompleks Perpustakaan Nasional secara resmi diresmikan oleh Presiden Soeharto beserta Ibu Tien Soeharto, menandai babak baru perjalanan lembaga ini. Tak lama kemudian, tepatnya pada 6 Maret 1989, Presiden menetapkan Perpusnas dan Pusat Pembinaan Perpustakaan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang langsung berada di bawah Presiden.

Kala itu, gabungan koleksi dari kedua lembaga ini mencapai sekitar 600 ribu eksemplar, dikelola oleh kurang lebih 500 staf dan tersebar di dua lokasi utama: Jalan Salemba Raya 28A dan Jalan Merdeka Selatan 11.

Masa Kini dan Arah Masa Depan

Kini, Perpustakaan Nasional RI telah bertransformasi menjadi perpustakaan nasional dalam arti yang sesungguhnya—terbuka untuk semua orang, tanpa batasan komunitas atau keanggotaan. Inklusivitas inilah yang membuat Perpusnas menjadi pusat pembelajaran masyarakat dari berbagai kalangan.

Pada awal tahun 2025, tongkat kepemimpinan Perpusnas diserahkan kepada E. Aminudin Aziz, yang dilantik sebagai Kepala Perpusnas pada 7 Januari oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti. Harapannya, di bawah kepemimpinan baru ini, Perpusnas dapat semakin maju dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Perpustakaan Nasional RI bukan hanya tempat untuk membaca, melainkan juga wahana untuk menyemai budaya literasi, memperkuat jati diri bangsa, dan menjembatani masyarakat menuju masa depan yang lebih cerdas. Dengan sejarah panjang dan fasilitas modern, Perpusnas membuktikan bahwa literasi adalah fondasi utama dalam membangun bangsa yang berdaya saing di era global. [UN]