Anak-anak adalah anugerah sekaligus tanggung jawab terbesar umat manusia. Mereka berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman, penuh kasih, dan bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun. Namun, kenyataannya masih banyak anak di seluruh dunia, termasuk di sekitar kita yang menjadi korban pelecehan seksual, sering kali oleh orang-orang yang seharusnya melindungi mereka. Pelecehan ini tidak hanya merenggut masa kecil, tetapi juga meninggalkan luka psikologis yang dalam dan berkepanjangan.
Untuk menjawab urgensi ini, komunitas internasional menetapkan sebuah hari khusus yang menjadi simbol perlawanan bersama terhadap kejahatan ini. Berikut adalah ulasan lengkap mengenai Hari Global untuk Mengakhiri Pelecehan Seksual Anak, sejarah perjuangannya, serta peran berbagai lembaga, termasuk di Indonesia dalam menciptakan dunia yang lebih aman bagi anak-anak.
Setiap tanggal 11 April, dunia memperingati Hari Global untuk Mengakhiri Pelecehan Seksual Anak sebagai momen penting untuk meningkatkan kesadaran terhadap kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak serta membangun komunitas global yang kuat untuk menghentikannya. Inisiatif ini dipelopori oleh The Innocence Revolution, sebuah organisasi internasional yang memerangi pelecehan seksual anak di berbagai belahan dunia. Organisasi ini didirikan oleh dua tokoh penting dalam perjuangan perlindungan anak, Jill Starishevsky dan Tom Scales.
Sejarah dan Latar Belakang
Melansir laman National Today, hari penting ini pertama kali diperingati pada tahun 2013 dan sejak itu terus meluas hingga mencakup lebih dari 30 negara serta lebih dari separuh negara bagian di Amerika Serikat. Berbagai kegiatan edukatif, kampanye kesadaran, hingga aksi nyata dilakukan setiap tahunnya demi mendorong perubahan sosial dan kebijakan publik dalam melindungi hak-hak anak.
Perjalanan panjang perjuangan perlindungan anak dimulai jauh sebelum itu. Pada tahun 1874, kasus tragis menimpa seorang anak berusia 9 tahun bernama Mary Ellen Wilson yang mengalami penganiayaan dan penelantaran dari walinya. Berkat kepedulian seorang misionaris bernama Etta Wheeler dan bantuan Henry Bergh pendiri American Society for the Prevention of Cruelty to Animals, Mary Ellen berhasil diselamatkan. Kejadian ini mendorong Henry Bergh untuk membentuk New York Society for the Prevention of Cruelty to Children (NYSPCC) pada tahun 1875, yang menjadi organisasi pertama di dunia yang fokus pada perlindungan anak.
Kemajuan pun terus berlanjut. Di tahun 1899, pengadilan anak pertama didirikan di Chicago. Sementara itu, pada tahun 1912, pemerintah AS membentuk Biro Anak Federal sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam kesejahteraan anak. Bahkan, antara tahun 1921 hingga 1929, Undang-Undang Sheppard Towner menyediakan dana federal untuk mendukung kesehatan ibu dan bayi.
Namun, perhatian besar terhadap isu pelecehan anak mulai menggema luas pada dekade 1960-an. Pada tahun 1962, Dr. Henry Kempe menerbitkan artikel berjudul The Battered-Child Syndrome, yang menjadi titik balik kesadaran publik terhadap kekerasan anak. Sejak saat itu, hampir semua negara bagian di AS mengesahkan undang-undang yang menempatkan perlindungan anak sebagai tanggung jawab pemerintah.
Upaya Perlindungan Anak di Indonesia
Indonesia juga menunjukkan komitmen dalam memerangi kekerasan seksual terhadap anak melalui berbagai lembaga dan kebijakan. Beberapa organisasi penting yang terlibat antara lain:
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI): Bertugas mengawasi kinerja lembaga pemerintah dalam melindungi hak-hak anak.
Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129: Layanan call center yang bisa dihubungi oleh korban kekerasan seksual untuk mendapatkan bantuan.
Komnas Perempuan: Fokus pada pencegahan dan pemberantasan kekerasan terhadap perempuan, termasuk anak perempuan.
Komnas HAM: Memiliki kewenangan untuk memantau dan mengevaluasi efektivitas penanganan kasus kekerasan seksual.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA): Mengembangkan program seperti Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA/KRPPA) untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak-anak.
Hari Global untuk Mengakhiri Pelecehan Seksual Anak adalah momentum penting untuk menegaskan bahwa keselamatan anak adalah tanggung jawab bersama. Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh tantangan, diperlukan kolaborasi lintas sektor pemerintah, organisasi masyarakat, keluarga, dan individu untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan bagi anak-anak. Dengan kesadaran, edukasi, dan tindakan nyata, kita dapat membangun masa depan yang lebih cerah bagi generasi penerus. [UN]