Skizofrenia

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan mental berat yang memiliki dampak signifikan terhadap perilaku, emosi, dan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi. Gangguan ini bukan hanya sekadar perubahan suasana hati atau gangguan sementara, melainkan kondisi kronis yang sering kali membutuhkan pengobatan jangka panjang. Penderita skizofrenia kerap mengalami gejala seperti halusinasi, delusi, kekacauan berpikir, serta perubahan perilaku yang mencolok.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 24 juta orang di dunia hidup dengan skizofrenia. Sementara itu, data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2023 mencatat bahwa sekitar 6,1% penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental, termasuk skizofrenia.

Yang mengkhawatirkan, penderita skizofrenia memiliki risiko dua hingga tiga kali lebih tinggi untuk meninggal di usia muda dibandingkan populasi umum. Ini disebabkan oleh adanya penyakit penyerta seperti gangguan jantung, diabetes, atau infeksi, serta tingginya kecenderungan melakukan percobaan bunuh diri.

Setiap tanggal 24 Mei diperingati sebagai World Schizophrenia Awareness Day, atau Hari Kesadaran Skizofrenia Sedunia. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman publik tentang skizofrenia, salah satu gangguan mental paling kompleks yang masih kerap disalahpahami. Melalui kampanye ini, masyarakat diajak untuk menghapus stigma, memperluas empati, serta mendorong akses layanan kesehatan jiwa yang lebih baik bagi penderita.

Mengungkap Penyebab Skizofrenia

Penyebab pasti skizofrenia hingga kini masih menjadi subjek penelitian. Namun, berbagai faktor risiko telah diidentifikasi sebagai pemicu atau pemperparah kondisi ini, mengutip laman Alo dokter, penyebabnya antara lain:

1. Riwayat keluarga dengan skizofrenia

2. Ketidakseimbangan neurotransmiter seperti dopamin dan serotonin di otak

3. Komplikasi saat kehamilan atau persalinan, seperti malnutrisi, infeksi, preeklamsia, atau asfiksia

4. Faktor lingkungan, seperti stres berat, trauma emosional, atau pelecehan

5. Penyalahgunaan zat, terutama NAPZA seperti kokain, ganja, dan amfetamin

Gejala yang Perlu Diwaspadai

Skizofrenia biasanya berkembang perlahan dan sulit dikenali, terutama pada masa remaja. Gejala awalnya bisa berupa penarikan diri dari pergaulan, gangguan tidur, penurunan motivasi, dan perubahan suasana hati yang drastis.

Gejala skizofrenia dibedakan menjadi dua kategori utama:

1. Gejala positif, seperti halusinasi (melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata), delusi (keyakinan yang tidak masuk akal), dan gangguan pola pikir atau perilaku

2. Gejala negatif, yang mencakup hilangnya minat, kurangnya motivasi, ekspresi wajah yang datar, serta abai terhadap kebersihan diri

Kondisi ini bisa memburuk tanpa penanganan, sehingga penting untuk mengenali tanda-tandanya sejak dini.

Jika seseorang di sekitar Anda menunjukkan gejala-gejala skizofrenia, terutama halusinasi atau delusi, segera konsultasikan dengan psikiater. Gejala tersebut berpotensi menyebabkan perilaku agresif atau membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Proses Diagnosis Skizofrenia

Diagnosis skizofrenia dilakukan melalui rangkaian pemeriksaan, meliputi:

1. Evaluasi gejala dan riwayat kesehatan pribadi maupun keluarga

2. Pemeriksaan kejiwaan dan tes kepribadian

3. Tes darah dan urine untuk mengevaluasi kemungkinan penyalahgunaan zat

4. Pemeriksaan otak melalui MRI atau CT scan untuk mendeteksi adanya gangguan struktural

Tujuan utama pengobatan skizofrenia adalah meredakan gejala dan membantu pasien menjalani kehidupan seoptimal mungkin. Pengobatan umumnya bersifat seumur hidup dan membutuhkan pemantauan ketat dari tenaga medis.

Beberapa bentuk pengobatan meliputi:

1. Obat antipsikotik, seperti aripiprazole, clozapine, dan chlorpromazine untuk meredakan halusinasi dan delusi

2. Psikoterapi, baik individual maupun kelompok, untuk membantu pasien mengelola gejala dan memperbaiki fungsi sosial

3. Terapi elektrokonvulsi (ECT), bila pengobatan oral tidak efektif

4. Transcranial magnetic stimulation (TMS), sebagai alternatif untuk mengurangi gejala halusinasi

Upaya Pencegahan

Meskipun tidak dapat dicegah sepenuhnya, risiko terkena skizofrenia dapat diminimalkan melalui berbagai langkah pencegahan:

1. Hindari penggunaan NAPZA dan alkohol

2. Cari bantuan profesional jika mengalami trauma masa lalu

3. Kelola stres dengan aktivitas positif

4. Jangan menyendiri; bangun hubungan sosial yang sehat

5. Jaga pola makan bergizi dan olahraga rutin

6. Hindari cedera kepala dengan menggunakan perlindungan saat berkendara

7. Perhatikan kesehatan fisik dan mental selama kehamilan

Skizofrenia bukanlah vonis akhir bagi seseorang. Dengan penanganan yang tepat dan dukungan dari lingkungan, penderita dapat hidup produktif dan mandiri. Kesadaran masyarakat terhadap gangguan ini juga perlu terus ditingkatkan, agar stigma terhadap pengidap gangguan mental dapat dikurangi.

Memperingati Hari Kesadaran Skizofrenia Sedunia setiap 24 Mei adalah momen penting untuk mengedukasi masyarakat dan memperjuangkan hak-hak penderita gangguan jiwa. Jika Anda atau orang terdekat menunjukkan gejala skizofrenia, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan tenaga medis. Langkah cepat dan tepat dapat membuat perbedaan besar dalam kehidupan penderita. [UN]