GASING (atau juga disebut Gangsing) adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkesetimbangan pada suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih bisa dikenali.
Sebagian besar gasing dibuat dari kayu, walaupun sering dibuat dari plastik, atau bahan-bahan lain. Kayu diukir dan dibentuk hingga menjadi bagian badan gasing. Tali gasing umumnya dibuat dari nilon, sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit pohon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang memainkan.
Gasing telah menemani perjalanan masyarakat Indonesia selama puluhan hingga ratusan tahun. Namun gasing yang mungkin dianggap permainan ‘kampung’’ memiliki beragam filosofi dalam membentuk karakter rakyat Indonesia, ujar antropolog, antara lain mengajarkan kita tentang ketuhanan, keseimbangan dan harmoni dalam hidup, sambil mempererat persatuan dan toleransi serta meningkatkan kekuatan fisik.
Gasing Sebagai Permainan Tradisional di Indonesia
Disebut berasal dari China lalu masuk ke wilayah Austronesia, termasuk Indonesia, gasing menyebar dan menjadi bagian dalam tradisi nusantara.
Di wilayah Kepulauan Tujuh (Natuna), Kepulauan Riau, permainan gasing telah ada jauh sebelum penjajahan Belanda. Sedangkan di Sulawesi Utara, gasing mulai dikenal sejak 1930-an. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa. Biasanya, dilakukan di pekarangan rumah yang kondisi tanahnya keras dan datar. Permainan gasing dapat dilakukan secara perorangan atau pun beregu dengan jumlah pemain yang bervariasi, menurut kebiasaan di daerah masing-masing.
Hingga kini, gasing masih sangat populer dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan warga di kepulauan Riau rutin menyelenggarakan kompetisi. Sementara di Demak, biasanya gasing dimainkan saat pergantian musim hujan ke musim kemarau.
Masyarakat Bengkulu ramai-ramai memainkan gasing saat perayaan Tahun Baru Islam, 1 Muharram. Dari Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi hingga Maluku, gasing memiliki beragam cerita, nama, bentuk, kegunaan hingga cara main.
Gasing, adalah satu dari sekitar total 2600 permainan tradisional di Indonesia yang disebut terancam punah oleh zaman dan kemajuan teknologi walaupun telah masuk dalam Warisan Budaya Takbenda (WBTB) di UNICEF.
Sebagai Warisan Budaya Takbenda di bumi Melayu, harapan semua pihak adalah bahwa permainan gasing tetap ada dan dapat memperkuat kebudayaan melayu agar dikenal oleh masyarakat khususnya generasi muda.
Permainan Tradisional Dari Sudut Psikologi
Hasil penelitian seorang psikolog independen dari Inggris, Dr Linda Papadopoulos, yang menyimpulkan, permainan tradisional anak, seperti gasing, “petak umpet”, “engklek” dan permainan-permainan tradisional lainnya penting untuk anak.
Permainan-permainan tradisional semacam ini, penting untuk perkembangan kesehatan fisik dan mental, demikian dilaporkan oleh situs Daily Mail.
Kepercayaan diri terhadap bentuk tubuh dan ketahanan mental penting untuk pembentukan imej diri agar mental anak tidak mudah goyah akibat perkataan negatif dari orang lain maupun kampanye dari iklan yang mempertontonkan bentuk tubuh model yang diklaim ideal.
Di sinilah pentingnya mengenalkan anak dengan permainan tradisional luar ruang. Anak-anak yang aktif dan bersenang-senang saat beraktivitas fisik cenderung memandang hidup dari sisi yang positif.
Keunikan dari permainan tradisional, peruntukannya tidak hanya bagi anak yang senang olahraga beregu, tapi juga bisa dilakukan oleh anak-anak pemalu tanpa harus terlibat dalam kelompok/pertandingan olahraga yang membuat mereka inferior.
Permainan fisik luar ruang seperti yang ditawarkan permainan tradisional memberikan banyak manfaat bagi anak, dari latihan otot dan motorik, juga mendorong penghargaan terhadap diri sendiri serta ketahanan mental. Juga yang tidak kalah pentingnya bagi anak adalah belajar toleransi, menghadapi kekalahan, belajar maklum akan sifat dan karakter teman-temannya. Sehingga itu bisa merupakan modal dalam menghadapi kehidupan sesungguhnya ketika dewasa. [S21]