Koran Sulindo – Adanya moratorium atau pemberhentian pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) pekerja rumah tangga atau sektor informal ke Timur Tengah (Timteng) sejak April 2015 justru malah menyuburkan pengiriman TKI secara ilegal. Demikian pandangan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Ayub Basalamah.
Fenomena itu terjadi, katanya lagi, karena begitu lihainya para pemain TKI ilegal tersebut. Karena itu, pemerintah harus bekerja keras dan tegas menindak pelaku pengiriman TKI ilegal ke sana. “Kalau dikirim oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia, PJTKI, harus dicabut izin PJTKI-nya serta diseret ke muka hukum pemilik PJTKI-nya,” ujar Ayub dalam acara diskusi dan bedah buku “Perdagangan Manusia Berkedok Pengiriman TKI” karya Edi Hardum di Jakarta, Kamis (6/4).
Menurut Ayub, sampai saat ini bahkan masih ada penempatan TKI informal ke Suriah. “Bayangkan, ke negara yang masih berperang itu saja masih dikirim TKI informal. Padahal, pemerintah sudah menghentikan pengiriman TKI informal ke sana,” tuturnya.
Dalam hitungan Ayub, setiap hari sekitar 100 orang TKI informal perempuan dikirim ke Timur Tengah. Para TKI informal ini dibuat seolah-seolah TKI formal, padahal informal. “Mana ada TKI formal yang perempuan ke Arab Saudi? Yang ada tenaga kerja informal kalau perempuan. Kalau tenaga kerja formal ke sana pasti lelaki,” katanya.
Sulitnya pemerintah dan aparat penegak hukum memberantas TKI ilegal itu, tambahnya, karena pelakunya menggunakan modus visa umroh dan kunjungan wisata.Para oknum pengirim TKI ilegal tersebut, kata Ayub, mampu meraup keuntungan hingga US$ 3.500 per TKI yang dikirim.
Ia pun berharap kementerian dan lembaga terkait segera menertibkan pelanggaran ini. “Bersama kepolisian sebenarnya pemerintah bisa sidak ke clinic medical yang dipercaya agen penempatan di Timur Tengah dalam mengeluarkan rekomendasi kesehatan. Jumlah clinic medical itu ada 26, jadi bisa ketahuan kalau ada TKI yang sedang dipersiapkan ke Timur Tengah,” ujar Ayub. Kalau pemerintah dan aparat penegak hukum tegas, menurut dia, mudah sekali melacaknya, cari saja 26 clinic medical tersebut.
Sebenarnya, penjualan manusia berkedok pengiriman TKI sudah berlangsung sangat lama di negeri ini, jauh sebelum adanya moratorium tersebut. Pelakunya, selain sindikat yang punya jaringan di luar negeri, diduga ada banyak oknum aparat pemerintah yang terlibat.
Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia(Kopbumi), misalnya, pada awal tahun 2000-an sudah menemukan adanya ribuan perempuan Indonesia yang yang berhasil diperdagangkan ke luar negeri setiap hari, baik yang untuk dijadikan pelacur maupun sebagai pembantu rumah tangga. Kopbumi ketika itu mencatat, setidaknya ada lima jalur sindikasi perdagangan perempuan, yakni Belawan, Riau, Entikong, Nunukan, dan Bandar Udara Soekarno-Hatta. Pelabuhan Belawan merupakan pintu masuk ribuan buruh migran ilegal asal Sumatera Utara menuju Johor, Malaysia. Para calo atau tekong memasukkan calon buruh migran ilegal ke Johor umumnya menggunakan jalur ini dengan kapal laut.
Sementara itu, Riau dipergunakan oleh calo/tekong sebagai pintu masuk ke Malaysia melalui Singapura, Johor, dan Pulau Penang. Sebelum ke tiga tempat itu, mereka diselundupkan menggunakan kapal dan perahu-perahu tradisional menuju Batu Ampar, Batam, Sri Bintang Pura, dan Pangkal Pinang. Para calon buruh migran ilegal itu umumnya berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Mereka umumnya akan bekerja sebagai pembantu rumah tangga atau buruh pabrik di Johor.
Nunukan merupakan pintu masuk ke Sabah, Malaysia. Jalur ilegal yang biasa digunakan calo atau tekong adalah Pantai Tawao. Calon buruh migran umumnya berasal dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.