DARI data kajian Tim Ekonom Bank Mandiri dapat dilihat, LDR Bank BUKU I sebesar 103,4%, BUKU II 94%, dan BUKU III 92,3%. Bank BUKU I adalah bank yang modal intinya kurang dari Rp 1 triliun; BUKU II bermodal inti Rp 1 triliun-Rp 5 triliun, dan; BUKU III bermodal inti Rp 5 triliun-Rp 30 triliun.
Akses likuiditas bank-bank BUKU I dan II juga relatif terbatas. Ini bisa dilihat, menurut kajian itu, dari kepemilikan surat berharga yang tidak sebanyak bank bermodal besar. Padahal, surat-surat berharga dibutuhkan untuk memperoleh pendanaan jangka pendek di pasar repo saat diperlukan.
Bank BUKU I dan II hanya memiliki rasio kepemilikan surat berharga terhadap total aset sebesar masing-masing 6,3% dan 2,3%. Akan halnya bank BUKU III dan IV memiliki rasio yang jauh lebih besar, masing-masing 14,2% dan 9,7%.
Dengan kondisi itu, bank-bank bermodal kecil harus terus didorong untuk meningkatkan kepemilikan atas surat berharga. Tujuannya, menurut Tim Ekonom Bank Mandiri, agar akses terhadap pendanaan jangka pendek melalui pasar interbank atau melalui fasilitas likuiditas yang diberikan BI dapat lebih terbuka.
Bank juga harus tetap mendorong DPK tumbuh lebih tinggi, agar jurang pendanaan (funding gap) tidak menjadi lebih besar. Karena, menurut tim ekonom tersebut, likuiditas yang diberikan BI lewat fasilitas term repo hanya jangka pendek dan tidak terlalu berefek besar terhadap likuiditas jangka panjang.
Sementara itu, pada awal Desember 2018 lalu, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, kondisi likuiditas perbankan sampai tahun 2019 masih aman. Karena, menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, tingkat likuiditas jangan hanya dilihat dari sisi perbankan. Harus juga dilihat cadangan likuiditas perbankan yang disimpan di BI, yang jumlahnya lebih dari Rp 500 triliun.
Tambahan pula, sumber pendanaan operasional perbankan tidak terbatasdari DPK. Sumber lainnya di antaranya adalah penerbitan obligasi dan dana dari parent company (untuk bank campuran dan asing). Juga dari medium term note (MTN), yang tidak masuk sebagai komponen LDR, tapi sebagai komponen loan to funding ratio (LFR).
Jadi, menurut Wimboh, tidak perlu adanya kebijakan yang mengharuskan perbankan menahan dividen atau menerapkan kembali kebijakan batas atas (capping) bunga deposito. Seperti diketahui, OJK pernah mengeluarkan kebijakan supervisi terkait penetapan batas atas bunga deposito, yang berlaku per Maret 2016.
Yang pasti, ketatnya likuiditas industri perbankan memang harus diwaspadai, karena juga dapat berpengaruh pada laju inflasi, meski Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka inflasi pada tahun 2018 mengalami penurunan dibanding tahun 2017. Inflasi tahun 2018 tercatat tercatat 3,13%, sementara tahun 2017 sebesar 3,61%.
Biasanya, bila likuiditas ketat, inflasi akan semakin tinggi. Bila inflasi naik, harga-harga pun akan cenderung ikut naik. Pada gilirannya, yang akan terdampak paling besar dari kondisi ini adalah golongan masyarakat kecil dan menengah. [PUR]