Bank Indonesia
Bank Indonesia

Koran Sulindo – Industri perbankan Indonesia masih mengalami kesulitan likuiditas. Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) atau loan to deposit ratio (LDR) perbankan di Indonesia per Desember 2018 lalu mencapai 94%. Padahal, batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) adalah 92%.

Rasio itu, menurut hasil kajian Tim Ekonom Bank Mandiri yang dirilis pada 26 Februari 2019 lalu, merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun belakangan ini. Penyebabnya: terjadi peningkatan pertumbuhan kredit perbankan tanpa diikuti pertumbuhan DPK yang memadai.

Yang masih berada di level aman adalah LDR bank BUKU IV, yang modal intinya di atas Rp 30 triliun. Pada Desember 2018, LDR bank golongan ini sebesar 89,9%, pada Desember 2018, walau mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan November 2018 yang sebesar 89%. Penyebabnya, ya, sama: pertumbuhan DPK melambat, bahkan terbilang signifikan, hanya 7,6% pada Desember 2018, sementara pada bulan November tumbuh 10,6%. Pertumbuhan kredit juga melambat, meski masih terbilang relatif tinggi, 12,5%.

Untuk menjaga ketersediaan likuiditas, Bank Indonesia (BI) secara rutin melakukan operasi moneter. Harapannya: ada kecukupan likuiditas untuk mendukung penyaluran kredit.

“Kami melakukan operasi moneter, khususnya melalui term repo dan melalui swap valas [valuta asing], dengan kejelasan frekuensinya tiga kali seminggu,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat (1/3).

BI memang telah menambah instrumen term repo, dari yang sebelumnya hanya memiliki tenor satu bulan menjadi memiliki tenor tiga bulan. Upaya ini dilakukan agar tidak terjadi shock likuiditas dalam jangka pendek.

Sehari sebelumnya, Kamis (28/2), Perry juga telah meminta perbankan tidak menaikkan bunga kredit walau kondisi likuiditas lebih ketat. “Perbankan tidak perlu naikkan suku bunga kreditlah, supaya terus menggerojoki pembiayaan kredit. Itu konteksnya. Kalau kurang, bilang saya,” ujarnya pada sebuah diskusi di Jakarta. BI pada Desember 2018 telah menyuntik likuiditas sebesar Rp 120 triliun dan Januari 2019 sebesar Rp 75 triliun, yang berlanjut pada Februari lalu.

Hasil Rapat Dewan Gubernur BI periode Februari 2019 sendiri telah memutuskan, suku bunga acuan tetap di level 6%. Dengan besaran bunga acuan di level 6%, BI menyatakan kondisi likuiditas perbankan masih tetap terjaga.

Dijelaskan Perry lagi, pihaknya juga akan memastikan kecukupan likuiditas bank dengan sejumlah kebijakan makroprudensial.Kebijakan itu antara lain pelonggaran uang muka kredit pemilikan rumah, upaya mendorong penyaluran kredit korporasi (wholesale funding), dan penerbitan obligasi korporasi.

Sebenarnya, pertumbuhan kredit perbankan pada tahun 2018 lalu terbilang tinggi, mencapai 11,8%, tertinggi sejak tahun 2013. Namun, pertumbuhan DPK-nya hanya 6,4%, yang merupakan pertumbuhan terendah sejak September 2016. Pada tahun 2016 itu, pertumbuhan DPK yang rendah pun hanya temporer, karena adanya pembayaran uang tebusan oleh wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak (tax amnesty).