Pedagang kaki lima di Jalan Jatibaru, Jakarta Pusat.

Koran Sulindo – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dilaporkan ke polisi oleh Sekretaris Jenderal Cyber Indonesia Jack Boyd Tapian pada 22 Februari 2018 lalu. Menurut Jack, ia melaporkan Anies terkait kebijakannya menutup Jalan Jatibaru, Tanahabang, Jakarta, mengganggu fungsi jalan sehingga melanggar hukum. Jalan itu ditutup untuk dijadikan lahan para pedagang kaki lima mengais rezeki. Laporan Jack itu juga melampirkan surat rekomendasi Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengembalikan fungsi Jalan Jatibaru.

Pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya mengakui sudah menerima laporan tersebut. Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Adi Deriyan, pihaknya akan segera memanggil Anies setelah ada surat perintah penyelidikan, yang merupakan tahap awal dari proses penyelidikan satu laporan kepolisian.

“Biasanya tidak akan lebih dari seminggu, sehingga segera keluar,” kata Adi, 26 Februari lalu.

Namun belum lagi surat perintah penyelidikan itu terbit, anggota Dewan Perwakilan Daerah Fahira Idris mengumumkan lewat akun resmi Twitter-nya bahwa Jack telah mencabut laporannya dari pihak kepolisian.  “Saya minta Bang Jack Boyd Lapian untuk cabut laporan polisi-nya soal penutupan Jalan Jatibaru. Dan Alhamdulillah Bang Jack setuju,” demikian antara lain ditulis Fahira, Rabu malam kemarin (28/2).

Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tahun 2015 pernah mengungkapkan, suatu kebijakan atau diskresi tidak bisa dipidana. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, seorang pejabat negara bisa melakukan diskresi atau mengambil suatu kebijakan. Jika kebijakan yang diambil itu di kemudian hari dianggap merugikan keuangan negara, hal tersebut bukan merupakan tindak pidana.

“Kebijakan tidak boleh diadili. Di bidang ekonomi ini kan banyak kebijakan yang harus diambil. Nah, apabila itu suatu kebijakan belum apa-apa sudah dianggap salah, nanti enggak ada yang berani ambil kebijakan sehingga menganggu ekonomi. Itu maknanya, semua orang itu takut,” tutur Jusuf Kalla, 23 Juli 2015.

Sungguhpun begitu, ia juga menegaskan, aturan itu bukan memberikan impunitas kepada para pejabat. Jika ada yang terbukti korupsi, Jusuf Kalla meminta hukum tetap ditegakkan.

“Ya, kalau mencuri hukumlah. Korupsi hukumlah. Tetapi, jangan kalau ambil kebijakan, kita bangun jalan atau bikin kebijakan pengairan kemudian dianggap keliru, ya, jangan,” katanya. [RAF]