Ilustrasi: Presiden Joko Widodo dan Setya Novanto/setkab.go.id

Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo mengatakan Ketua DPR Setya Novanto agar mengikuti proses hukum. Setnov Senin (20/11) dinihari tadi langsung ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP). Tersangka kasus e-KTP itu mengatakan meminta perlindungan kepada Presiden.

“Saya kan sudah menyampaikan pada Pak Setya Novanto untuk mengikuti proses hukum yang ada. Sudah,” kata Presiden Jokowi, seusai Pembukaan Simposium Nasional Kebudayaan 2017 di Jakarta, Senin (20/11), seperti dikutip Antaranews.com.

Pada Jumat (17/11) lalu, Jokowi juga meminta Setnov bersedia mengikuti seluruh proses hukum di KPK, setelah masuk rumah sakit  pascakecelakaan lalu lintas.

“Saya minta Pak Setya Novanto mengikuti proses hukum yang ada,” kata Jokowi, seusai menghadiri sarasehan DPD, di gedung Nusantara IV DPR Jakarta, seperti dikutip Antaranews.com.

Mengenai penggantian Ketua DPR setelah penahanan Setnov, Jokowi menyerahkan kepada aturan yang berlaku.

“Di situ kan ada mekanismenya, untuk menon-aktifkan pimpinan lembaga negara, lembaga tinggi negara kan ada mekanismenya. Jadi ya diikuti saja mekanisme yang ada aturan-aturan yang ada,” katanya.

Pergantian Ketua DPR diatur dalam Undang-undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Selain itu, ada juga Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR yang mengatur soal pengunduran diri dan pergantian Ketua DPR.

Pasal 87 ayat (1) UU MD3 menyebutkan “Pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan”; Pasal 87 ayat (2) huruf b menyatakan “Pimpinan DPR diberhentikan karena melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan DPR”.

Selanjutnya Pasal 87 ayat (3) menyatakan “pimpinan yang lain menetapkan salah seorang dari mereka untuk melaksanakan tugas dari Pimpinan DPR yang berhenti itu”. Lalu pada Pasal 87 ayat (4) menjelaskan “bahwa pengganti Pimpinan DPR akan berasal dari fraksi partai yang sama”.

Setnov ditahan selama 20 hari terhitung 17 November sampai 6 Desember di Rutan Negara Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK. Ia diduga bersama orang-orang lain melakukan korupsi e-KTP yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun.

Peringatan Keras

Pernyataan presiden meminta Setnov mengikuti proses hukum di KPK dinilai sebagai peringatan keras agar tak lari dari kasus dugaan korupsi proyek e-KTP itu.

“Pernyataan ini harus dilihat sebagai pernyataan sebagai kepala negara terkait komitmen penegakan hukum yang konsisten. Siapa pun, politisi atau pejabat negara, semestinya berlaku negarawan dan menunjukkan keteladanan kepada publik,” kata Staf Khusus Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Dimas Oky Nugroho, melalui rilis media, Sabtu (18/11) lalu.

Menurut Dimas, pernyataan Jokowi ini juga peringatan bagi pejabat negara lain yang tengah berurusan hukum, baik di tingkat daerah maupun pusat untuk tidak menghindar.

“Ini jadi warning bagi pemimpin di daerah atau di pusat, yang tengah tersandung kasus, untuk tidak lari dari proses hukum, dan tidak membuat drama atau kegaduhan secara politik,” kata Dimas. [DAS]