Koran Sulindo – Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengeksplorasi format debat pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden.

KPU berpeluang mengadakan debat di lokasi tertentu seperti persawahan, tetapi, KPU memikirkan mengenai persoalan teknis jika debat digelar di tempat khusus itu.

Hal itu disampaikan Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Ruang Media, Kantor KPU, Jakarta, Selasa (30/10).

Ia menjelaskan, esensi dari debat capres dan cawapres memiliki dua kepentingan.

Pertama, agar pemilih memperoleh informasi memadai tentang kapasitas personal kandidat serta visi misi program. Kedua, dalam rangka capres maupun cawapres meyakinkan pemilih. “Jadi tidak semata-mata untuk kepentingan kandidat,” ucapnya.

Dijelaskan Wahyu, debat direncanakan berlangsung selama lima kali. Debat pertama dimulai pada awal 2019. KPU mulai menyiapkan topik-topik untuk setiap debat seperti politik, ekonomi, lingkungan dan lain sebagainya.

“Semua isu utama akan jadi isu debat. Kami buat format semenarik mungkin,” tuturnya.

Ia menuturkan, debat menggunakan bahasa Indonesia. Bukan bahasa Inggris, apalagi Arab sebagaimana usulan sejumlah pihak. KPU harus mematuhi regulasi penggunaan bahasa nasional.

“Debat dipastikan gunakan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia,” tegasnya.

Wahyu juga menjelaskan alasan tempat pendidikan tidak dapat menjadi lokasi debat. Diungkapkan, debat merupakan salah satu metode kampanye.

“Dasar hukum KPU sangat kokoh. Debat capres dan cawapres itu bagian metode kampanye. Jadi tidak bisa dipahami debat ini bukan sosialisasi,” terangnya.

Diungkapkan Wahyu, pihaknya mulai mengidentifikasi moderator dan panelis. KPU sangat berhati-hati agar moderator tidak miliki konflik kepentingan.

“Selain kemampuan akademik, kami pertimbangkan posisi politik yang bersangkutan baik moderator dan panelis,” kata Wahyu. [CHA]