Ilustrasi/boeing

Koran Sulindo – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memastikan pesawat udara Lion Air JT-610 buatan Boeing jenis 737-Max-800 mengalami kendala teknis sehingga jatuh di Perairan Karawang pada 29 Oktober lalu. Kendala teknis itu terkait dengan rusaknya tampilan kecepatan udara sehingga menewaskan 189 penumpangnya.

Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono seperti dilaporkan Channel News Asia pada Senin (5/11) mengatakan, pihaknya memastikan LIon Air JT-610 mengalami kerusakan tampilan kecepatan dalam empat penerbangan terakhir. Kerusakan itu diketahui setelah KNKT mendapatkan data dari perekman data penerbangan pesawat.

“Kami meminta Boeing dan pemerintah Amerika Serikat (AS) mengambil tindakan atas kerusakan ini sehingga bisa mencegah kejadian serupa yang menggunakan jenis dan tipe pesawat yang sama,” kata Soerjanto.

Bersama dengan KNKT AS dan Boeing, pihak Indonesia, kata Soerjanto sedang merumuskan dan memeriksa secara terperinci tampilan kecepatan udara pada pesawat Boeing 737 tipe Max-800. Soal temuan KNKT ini, Boeing belum mau menanggapinya. Padahal, pabrikan ini sudah mengirimkan sekitar 219 armada dengan jenis 737 Max-800 ke seluruh dunia.

Pernyataan KNKT itu membenarkan analisis yang berkembang selama tentang salah satu penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT-610. Tulisan analisis Dominic Gates, wartawan senior The Seattle Times, misalnya, menyebutkan, pesawat mengalami masalah teknis dengan kecepatan yang tidak terkendali dan hanya mampu mencapai ketinggian maksimum 5.375 kaki. Karena masalah ini, pilot lalu meminta untuk kembali ke pangkalan atau landasan bandara.

Mengutip data yang ditunjukkan Flightradar24, Gates menuliskan, sebelum kecelakaan itu terjadi, ketika penerbangan baru 2 menit, terjadi penurunan ketinggian secara cepat. Kecepatan penurunan pesawat sama sekali tidak terkendali. Pilot tampaknya berupaya menstabilkan ketinggian penerbangan selama 10 menit terakhir.

Di samping masalah teknis ini, Gates juga menuliskan tentang B737-800-MAX yang bermasalah sejak dalam proses produksi. Pasalnya berdasarkan seorang sumber disebutkan pabrik Boeing di Renton, Washington terjadi kekacauan karena keterlambatan produksi. Untuk mengatasi ini, Boeing lantas mendatangkan sekitar 600 pekerja dari Puget Sound.

Namun, menurut sumber Gates, para pekerja ini tidak berpengalaman untuk merakit jenis 737 sehingga tetap saja produksinya bermasalah. Ketika pengiriman awal untuk jenis MAX itu pada September 2018, Boeing benar-benar memastikan produksinya itu aman untuk digunakan. Pengiriman pesawat itu tidak akan mengalami kendala apapun dan sesuai dengan pesanan tanpa cacat sama sekali.

Kenyataannya, ketika Lion Air menggunakannya yang baru berumur 2 bulan, pesawat jenis MAX itu mengalami kecelakaan dan menewaskan sekitar 189 penumpangnya. Itu sebabnya, penyelidikan terhadap kecelakaan ini harus menyeluruh, kata Gates.

Di samping masalah teknis yang disebutkan telah terjadi ketika pesawat ini membawa penumpang dari Denpasar – Jakarta, penyelidik juga perlu mempelajari secara teperinci bagaimana pesawat ini dibuat terutama karena adanya kekacauan produksi terhadap 737-800-MAX di Renton selama musim panas ini. [KRG]