Edmund Hillary kiri (Foto: BRITANNICA)

Tanggal 29 Mei 1953 tercatat sebagai tonggak sejarah ketika Edmund Hillary, pendaki asal Selandia Baru, dan Tenzing Norgay, seorang Sherpa dari Nepal, berhasil menaklukkan puncak Gunung Everest. Keduanya menjadi manusia pertama yang menginjakkan kaki di puncak setinggi 8.848 meter di atas permukaan laut, sebuah pencapaian yang tak hanya monumental bagi dunia pendakian, tetapi juga sejarah penjelajahan umat manusia.

Namun keberhasilan itu bukan semata soal keberuntungan. Di balik pencapaian tersebut, tersimpan kisah panjang tentang ketekunan, kegagalan demi kegagalan, serta kerja tim yang terorganisasi secara cermat. Pendakian menuju atap dunia itu adalah hasil dari perencanaan matang, keberanian menghadapi alam ekstrem, dan semangat pantang menyerah yang tak pernah padam. Inilah catatan lengkap bagaimana ekspedisi besar itu berlangsung, dari awal perjalanan hingga jejak kaki pertama di puncak Everest yang dirangkum dari berbagai sumber.

Ekspedisi yang Panjang dan Penuh Rintangan

Keberhasilan ini bukanlah hasil dari satu malam perjuangan. Pendakian pada tahun 1953 merupakan ekspedisi kesembilan yang bertujuan menaklukkan Everest. Ekspedisi ini dipimpin oleh Kolonel John Hunt dan disokong penuh oleh Joint Himalayan Committee dari Inggris.

Dengan persiapan matang, ekspedisi dimulai pada Maret 1953. Tim terdiri dari lebih dari 300 porter, 20 Sherpa, dan 10 pendaki utama. Sebelumnya, sejak tahun 1921, berbagai ekspedisi telah dilakukan oleh penjelajah Inggris, namun semuanya gagal karena badai, medan ekstrem, dan keterbatasan teknologi pendakian saat itu.

Tanggal 26 Mei 1953, tim pertama yang terdiri dari Tom Bourdillon dan Charles Evans mencoba mencapai puncak. Mereka berhasil mencapai South Summit pada ketinggian 8.750 meter, hanya sekitar 100 meter dari puncak utama. Namun, oksigen yang menipis dan waktu yang semakin sempit memaksa mereka kembali.

Kesempatan berikutnya diberikan kepada Edmund Hillary dan Tenzing Norgay. Pada 28 Mei, mereka menginap di Camp IX pada ketinggian sekitar 8.500 meter. Malam itu begitu ekstrem, sepatu mereka membeku dan butuh dua jam untuk menghangatkannya sebelum bisa melangkah lagi.

Pada pukul 06.30 pagi keesokan harinya, mereka memulai pendakian akhir. Setelah menembus tanjakan salju dan medan terjal, Hillary dan Norgay mencapai South Summit pukul 09.00. Dua jam kemudian, tepat pukul 11.30 waktu setempat, keduanya berdiri di puncak dunia.

15 Menit yang Mengubah Sejarah

Di atas puncak Everest, Hillary dan Norgay membentangkan empat bendera: PBB, Inggris, Nepal, dan India. Mereka mengabadikan momen dengan kamera, berbagi permen sebagai tanda syukur, dan Tenzing menanam salib kecil sebagai bentuk penghormatan spiritual.

Meski hanya sekitar 15 menit berada di puncak, momen itu menjadi lambang keberanian, ketekunan, dan kerja sama lintas budaya.

Kabar keberhasilan ini diumumkan pada 2 Juni 1953, bertepatan dengan hari penobatan Ratu Elizabeth II. Momentum tersebut dianggap sebagai pertanda baik bagi Inggris dan Persemakmuran.

Sebagai penghargaan, Edmund Hillary dan John Hunt dianugerahi gelar kebangsawanan oleh Kerajaan Inggris. Sementara Tenzing Norgay mendapat kehormatan dari pemerintah Nepal dan menjadi ikon nasional hingga akhir hayatnya.

Jalur yang mereka tempuh melalui South Col kini menjadi rute standar yang digunakan ribuan pendaki setiap tahunnya.

Sejarah mencatat kutipan Edmund Hillary yang ikonik:

“Bukan gunung yang kami taklukkan, namun diri kami sendiri.”  dikutip dari buku Great People: Fascinating Moments and Stories Behind.

Pendakian ini tidak hanya tentang menjejak ketinggian, tetapi juga menaklukkan batas-batas kemampuan manusia. Kisah mereka menjadi inspirasi bagi generasi penjelajah berikutnya, dan sejak itu, 29 Mei diperingati sebagai International Mount Everest Day untuk mengenang semangat petualangan dan kerja sama lintas bangsa yang diwujudkan oleh Hillary dan Norgay. [UN]