PERISTIWA Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di Bandung, provinsi Jawa Barat pada 23 Maret 1946.
Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota dan menuju pegunungan di daerah selatan. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Istilah Bandung Lautan Api muncul di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Dimana seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi. Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul “Bandoeng Djadi Laoetan Api”. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi “Bandoeng Laoetan Api”.
Kronologi Bandung Lautan Api
Memang setelah proklamasi kemerdekaan RI, kondisi keamanan dan pertahanan Indonesia belum bisa dikatakan stabil. Sebab, beberapa daerah masih didominasi oleh perebutan kekuasaan dan pertempuran.
Seperti halnya pertempuran rakyat Bandung dengan penjajah, Bandung Lautan Api, menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembumihangusan di Bandung. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang memutuskan strategi yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.
Berawal dengan datangnya pasukan Sekutu dibawah Brigade MacDonald pada 12 Oktober 1945. Sekutu meminta seluruh senjata api yang dimiliki penduduk, kecuali milik Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Polisi diserahkan kepada Sekutu.
Hal tersebut menyebabkan bentrokan antara TKR dengan Sekutu tidak bisa dihindari dan membuat kondisi di Bandung semakin memanas. TKR dan badan-badan perjuangan lainnya melancarkan serangan terhadap markas-markas Sekutu di Bandung bagian utara. Tiga hari setelah penyerangan, MacDonald menyampaikan ultimatumnya untuk mengosongkan wilayah Bandung Utara.
Ultimatum tersebut harus dilaksanakan paling lambat pukul 12.00 tanggal 29 November 1945. Dengan adanya ultimatum tersebut, Sekutu membagi kota Bandung Utara menjadi wilayah kekuasaan mereka, sedangkan Bandung Selatan dibawah kekuasaan pemerintah RI.
Pada awalnya pasukan Inggris yang tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) datang ke Indonesia setelah menaklukkan Jepang pada Perang Dunia II. Kedatangan mereka hanya untuk membebaskan tentara Inggris dari tahanan Jepang. Namun, ternyata NICA membonceng tentara Inggris dan ingin menguasai Indonesia kembali. Tentu saja, terjadi perlawanan dari rakyat Indonesia atas hadirnya Belanda.
Akhirnya, kedatangan NICA dan Inggris disambut oleh rakyat Indonesia dengan caci maki dan serangan-serangan terhadap pasukan Inggris yang dianggap membantu NICA. Tak hanya itu, Kolonel MacDonald selaku panglima perang Sekutu memberikan ultimatum bahwa penduduk pribumi di Bandung Utara harus pindah ke selatan. Bahkan, jika ada penduduk pribumi di Bandung Utara yang masih bertahan, akan ditahan dan ditembak mati.
Ultimatum untuk meninggalkan Bandung Utara tersebut tidak digubris sama sekali oleh penduduk Bandung. Pertempuran pun tidak bisa dihindari, dan beberapa pos Sekutu di Bandung menjadi sasaran penyerbuan. Angkatan perang RI juga melakukan penyerangan terhadap markas-markas Sekutu di Bandung bagian utara.
Letnan Jenderal Montagu Stopford selaku Panglima Tertinggi AFNEI di Jakarta, memperingatkan Perdana Menteri RI, Soetan Sjahrir, agar militer Indonesia meninggalkan Bandung Selatan hingga radius 11 kilometer. Merespons ultimatum tersebut, pada 24 Maret 1946, Tentara Republik Indonesia di bawah pimpinan Kolonel A.H. Nasution memutuskan untuk membakar atau membumihanguskan Bandung.
Sebelum mengungsi dan meninggalkan rumah, warga pun membakar rumahnya terlebih dahulu. Bahkan, pasukan TRI memiliki rencana yang lebih besar lagi, yaitu akan membakar Bandung secara total pada 24 Maret 1946 pada pukul 24.00. Namun rencana ini gagal karena pada pukul 20.00 keburu ada dinamit yang meledak di Gedung Indische Restauran.
Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat terus melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa pembumihangusan ini lah yang kemudian mengilhami lagu Halo, Halo Bandung. [S21]