Kertanagara, Membendung Tartar dengan Pamalayu

Wilayah Kekuasaan Singasari di era Kertanagara

Koran Sulindo – Di tempat asalnya Meng Ki jelas bukan orang sembarangan. Selain jabatannya yang tinggi kedekatannya dengan kaisar membuatnya dipilih menjadi utusan ke Jawa.

Di tempat asalnya Meng Ki boleh saja mengagulkan kedudukannya. Tapi di balairung Singasari, ia jelas bukan siapa-siapa. Lagi pula ia tidak diterima di istana itu.

Karena surat yang dibawanya adalah tuntutan agar raja Jawa tunduk dan membayar upeti pada Kaisar Cina, dan itulah yang membuat Kertanagara benar-benar murka.

Sebagai Batara Siwa-Budha yang sadar akan kekuatannya, Kertanagara menjawab surat Kubilai Khan itu dengan tegas.

Penolakannya itu dipahatkan langsung di wajah Meng Ki sekaligus mengecap wajah utusan itu dengan besi panas seperti yang biasa dilakukan pada pencuri. Kertanagara juga memotong telinganya dan mengusir dari istana dengan kasar.

Jelas rasa hina itu tak hanya menjadi milik Meng Ki, kaisar yang mengutusnya lebih terhina lagi. Berbagai sumber sejarah sepakat peristiwa memalukan itu bertarikh 1280.

Kali pertama duduk pada dampar keraton tahun 1268, pikiran Kertanagara sudah dipenuhi visi-visi besar tentang bagaimana peran Singasari di dwipantara.

Ia juga benar-benar menginsafi ancaman yang diam-diam mengintai dari utara yang maujud dalam agresi Bangsa Tartar yang selalu ‘lapar’ penaklukan itu.

Kertanagara membayangkan cakrawala mandala dwipantara untuk membendung ancaman itu. Ya, semboyan itu secara harafiah bisa diartikan sebagai menyatukan wilayah yang meliputi kepulauan-kepulauan di seberang Jawa dalam satu kekuasaan tunggal.

Beres dengan urusan domestiknya, termasuk memecat Mpu Raganata dari jabatan rakryan patih menjadi ramadhyaksa, keinginan Kertanagara mengelun nusantara diwujudkan pertama kali tahun 1275.

Ia memberangkatkan Mahisa Anabrang melalui Pelabuhan Tuban untuk memimpin tentara Singasari menuju Melayu. Itu adalah tekad bulad dalam Pamalayu yang diartikan sebagai niat ‘tak akan melepaskan Melayu’.

Baca juga:

Bagi Kertanagara Pamalayu adalah roh cakrawala mandala dwipantara untuk membendung pengaruh Tartar yang kala itu nyaris menguasai seluruh Asia. Menguasai Selat Malaka yang menjadi urat nadi ekonomi dan politik ibarat mencekik Kubilai Khan tepat ditenggorokkannya.

Jalur Dagang

Dalam Nagarakretagama diuraikan pengiriman tentara Singasari ke negeri Melayu itu tidak dimaksud untuk menundukkan. Melayu diharapkan ‘bersahabat’ tanpa pertumpahan darah karena takut akan kekuasaan Kertanagara.

Di timur Kertanagara juga menggelar Pabali tahun 1284 yang dipimpin Kebo Bungala, Kebo Anabrang, Mahisa Anengah, Jaran Wa, Arya Sidi dan Amarajaya menuju Pulau Dewata.

Pamalayu dan Pabali berhasil seperti yang diharapkan Kertanagara. Di barat sebuah persekutuan tangguh terjalin antara antara Singasari, Jambi, Pahang, Gurun dan Bakukapura serta Melayu atau Darmasraya pada tahun 1282. Persekutuan  itu secara efektif membendung rute dagang Cina di laut.

Meresmikan hubungan baik itu, pada tahun 1286 Kertanagara mengirim arca Amoghapca sebagai hadiah kepada Raja Melayu disertai piagam penyerahan yang diiringkan pembesar-pembesar Singasari.

Di lapik arca itu tertulis dokumen yang dikenal sebagai Prasasti Padang Roco yang salah satu kalimatnya menulis, “Semoga hadiah ini membuat gembira segenap rakyat di Bhumi Malayu, termasuk brahmana, ksatrya, waisya, sudra dan terutama pusat segenap para arya, Sri Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa.”

Slamet Mulyana dalam Menuju Puncak Kemegahan menulis di Melayu tentara Singasari ikut terlibat ‘membantu’ pemerintahan setempat. Itu termasuk mengawasi keluar masuknya kapal di pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jambi.

Tentara Singasari di Melayu juga terlibat dalam urusan pelabuhan dengan mengenakan bea kepada kapal-kapal asing, khususnya jung-jung dari Cina. Mereka tak lagi bebas lagi keluar masuk pelabuhan seperti masa-masa sebelumnya.

Di Champa, Kertanagara mengadakan hubungan harmonis yang petunjuknya tertulis di Prasasti Po Sah dekat Phanrang dari tahun 1306. Disebutkan di sana seorang permaisuri Raja Champa adalah putri dari Jawa bernama Tapasi, ia adalah adik Kertanagara yang menikah dengan Raja Jaya Simhawarman III

Model persekutuan dan pendudukan yang diterapkan Singasari membuat merka tampil sebagai pesaing terbesar Cina yang telah bercokol bahkan sejak zaman Sriwijaya. Kronik Cina mencatat berkali-kali sudah baik raja-raja di Indocina, Sriwijaya atau Melayu menghadap Kaisar Cina.

Geopolitik itulah yang dijungkirbalikan oleh Kertanegara ketika Singasari menduduki Melayu. (TGU)

Baca juga: