Dalam sejarah dan budaya Jawa, wayang bukan sekadar seni pertunjukan, melainkan juga cerminan nilai-nilai kehidupan. Lewat kisah-kisah pewayangan, masyarakat diajak untuk memahami konsep kepahlawanan, kesetiaan, hingga pengorbanan. Dari sekian banyak tokoh pewayangan yang melegenda, Gatotkaca adalah salah satu yang paling ikonik.
Ia bukan hanya dikenal sebagai ksatria sakti yang mampu terbang di angkasa, tetapi juga sebagai simbol keberanian dan kekuatan. Julukan “otot kawat, tulang besi” yang melekat padanya mencerminkan ketangguhan fisik dan mentalnya dalam menghadapi berbagai cobaan. Sosok Gatotkaca bukan hanya dikenal dalam lakon wayang klasik, tetapi juga terus hidup dalam berbagai bentuk media modern, seperti film, sinetron, dan bahkan game.
Namun, siapa sebenarnya Gatotkaca? Bagaimana perjalanan hidupnya dari seorang bayi bernama Jabang Tetuka hingga menjadi ksatria perkasa yang gugur di medan perang Baratayuda? Untuk memahami lebih dalam, mari kita telusuri kisah lengkapnya dalam legenda pewayangan Jawa yang dikutip dari laman Universitas STEKOM dan Badan Bahasa Kemdikbud.
Kelahiran Gatotkaca
Gatotkaca adalah salah satu tokoh yang sangat populer dalam cerita pewayangan di Jawa Tengah. Ia dikenal sebagai ksatria gagah perkasa dari Kerajaan Pringgadani dengan kekuatan luar biasa. Dalam budaya Jawa, Gatotkaca memiliki slogan terkenal, yakni “otot kawat, tulang besi,” yang mencerminkan ketangguhan fisiknya dalam menghadapi musuh.
Gatotkaca adalah putra dari Bima, salah satu anggota Pandawa, dan Arimbi, seorang perempuan raksasa. Saat lahir, ia diberi nama Jabang Tetuka. Keanehan terjadi ketika tali pusarnya tidak bisa dipotong meskipun telah menggunakan berbagai macam cara.
Arjuna, paman Jabang Tetuka, kemudian bertapa untuk mencari petunjuk dari para dewa. Sementara itu, Karna yang kelak menjadi panglima Kerajaan Hastina juga melakukan hal yang sama. Karena kemiripan wajah antara Arjuna dan Karna, Batara Narada salah memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna. Arjuna hanya berhasil merebut sarungnya saja. Namun, dengan sarung tersebut, pusar Jabang Tetuka akhirnya bisa dipotong, dan sarung itu menyatu dengan tubuhnya.
Transformasi Menjadi Gatotkaca
Setelah tali pusarnya berhasil dipotong, Batara Narada membawa Jabang Tetuka ke kayangan untuk melawan Patih Sekipu, utusan Raja Kalapracona dari Kerajaan Trabelasuket. Saat bertarung, Jabang Tetuka masih kecil dan belum cukup kuat. Oleh karena itu, Batara Narada mencemplungkannya ke dalam kawah Candradimuka. Para dewa melemparkan berbagai pusaka ke dalam kawah tersebut, membuat tubuh Jabang Tetuka menyerap kekuatan luar biasa.
Ketika muncul kembali, Jabang Tetuka telah tumbuh menjadi pria dewasa dan berhasil mengalahkan Patih Sekipu. Melihat keberaniannya, Batara Guru menganugerahinya seperangkat pakaian sakti: Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma. Sejak saat itu, namanya berubah menjadi Gatotkaca.
Dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca memiliki wujud setengah raksasa. Ibunya, Arimbi, adalah putri dari Prabu Tremboko, Raja Pringgadani. Setelah Prabu Tremboko gugur oleh Pandu, ayah para Pandawa, takhta Pringgadani diwariskan ke putra sulungnya, Arimba. Namun, Arimba juga gugur di tangan Bima. Akhirnya, Arimbi naik takhta sebelum akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada Gatotkaca.
Ketika Gatotkaca diangkat menjadi raja, salah satu paman dari pihak ibunya, Brajadenta, mencoba merebut kekuasaan karena hasutan Sengkuni. Brajadenta bertarung sengit dengan saudara kandungnya, Brajamusti, dan keduanya tewas. Roh mereka kemudian menyatu ke dalam kedua tangan Gatotkaca, membuatnya semakin sakti.
Kisah kematian Gatotkaca banyak diceritakan dalam pewayangan Jawa, yang diadaptasi dari Kakawin Bharatayuddha tahun 1157 oleh Kerajaan Kadiri. Dalam perang Baratayuda, Gatotkaca bertarung melawan pihak Kurawa. Ketika pihak Pandawa mendapat serangan dari pasukan Karna di malam hari, Gatotkaca menggunakan Kotang Antrakusuma untuk menerangi medan perang.
Dalam pertarungan itu, Gatotkaca berhasil mendesak pihak Kurawa. Karna akhirnya mengeluarkan senjata Kontawijaya, senjata sakti yang sebenarnya diperuntukkan bagi Arjuna. Dengan senjata tersebut, Gatotkaca akhirnya gugur dalam pertempuran.
Gatotkaca dalam Budaya Populer
Kepopuleran Gatotkaca tidak hanya terbatas dalam kisah pewayangan, tetapi juga merambah ke berbagai media modern:
Game: Gatotkaca menjadi karakter yang dapat dimainkan dalam Mobile Legends: Bang Bang sebagai hero tipe fighter dan tank.
Film: Tokoh ini diadaptasi dalam film aksi pahlawan super “Satria Dewa: Gatotkaca” (2020) yang merupakan bagian dari Jagat Satria Dewa.
Sinetron:
“Gatotkaca” (SCTV, 2005) produksi MD Entertainment
“Gatotkaca” (MNCTV, 2010) produksi Lunar Jaya Films dan MNC Pictures
“Gatotkaca” (ANTV, 2017) produksi Lunar Jaya Films, Verona Pictures, dan ANTV Pictures
Gatotkaca tetap menjadi sosok legenda yang melekat dalam budaya masyarakat Indonesia. Kisahnya tidak hanya memberikan hiburan tetapi juga mengandung nilai-nilai kepahlawanan yang menginspirasi banyak orang hingga kini. [UN]