Koran Sulindo – Kehadiran Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (6/5) pekan lalu, ternyata masih berbuntut.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UMY Peduli Kampus dan Solidaritas Jogja Tolak Pabrik Semen pada Senin (8/5) mendatangi kantor PP Muhammadiyah Yogya. Kehadiran mereka untuk mengadukan pimpinan kampus UMY yang telah mengundang Ganjar Pranowo.
Para aktivis ini menilai semestinya UMY tak mengundang Ganjar Pranowo yang dinilai memihak pendirian pabrik semen di Kendeng. Para mĂ hasiswa ini menilai investasi yang dikembangkan Ganjar di Kendeng adalah investasi yang menyengsarakan rakyat. Sementara kalau merujuk pada sejarah, pendiri Muhammadiyah yakni KH Ahmad Dahlan merupakan sosok yang memberi keteladanan membela warga miskin.
“Kapan UMY undang petani korban kebijakan Ganjar untuk memberikan kuliah umum di UMY,” kata Pram Taba, Koordinator Aksi Tolak Ganjar.
Tak hanya itu, para aktivis ini juga mengadukan kekerasan yang dilakukan satpam kampus terhadap mereka saat melakukan aksi Sabtu pekan lalu. Menurut salah satu mahasiswa UMY, Hafizen, saat melakukan aksi demo sempat terjadi insiden dengan para satpam, yakni salin dorong.
“Kami dorong-dorongan, kemudian kami mundur tapi dikejar. Ada yang ketangkap ditendang, dan dipukul. Ada yang mendokumentasikan dengan HP, direbut,” kata Hafizen.
Ditambahkan Muhammad Idra Faudu, kejadian ini bukan pertama kalinya. Beberapa kali pihak keamanan kampus UMY sering membubarkan atau menghalangi saat mahasiswa melakukan aksi damai.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, Dr Busyro Muqoddas S.H. M.Hum., yang menerima pengaduan dari para mahasiswa UMY ini berjanji akan mengklarifikasi dan melakukan evaluasi dengan memanggil pihak Rektorat UMY.
“Kami akan sampaikan ke rektor untuk perbaikan. Kalau satpam melakukan tindakan berlebihan harus ditindak tegas,” kata Busyro.
Menyinggung soal Kendeng, Busyro menyatakan bahwa Muhammadiyah telah memiliki sikap yang jelas untuk membela kaum tertindas. Ia mengingatkan, kasus Kendeng sudah ada keputusan MA.
“Karena itu keputusan harus dihormati oleh Presiden dan Gubernur. Sesuai keputusan MA tidak bisa dilanjutkan,” ujar Busyro. [YUK]