Sistem Pemerintahan

Suku Baduy mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan negara Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat.

Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan. Secara nasional, warga dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat  tunduk pada pimpinan adat tertinggi, yaitu pu’un.

Jabatan pu’un berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan pu’un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.

Sebagai tanda kepatuhan kepada penguasa, Suku Baduy secara rutin melaksanakan tradisi Seba ke Kesultanan Banten. Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa penghantaran hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur, melalui Bupati.

Baca Juga  Limpa yang Besar Membuat Suku Bajau Kuat Menyelam di Laut Dalam

Bahasa

Penduduk Asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar (informal), yang awalnya tercipta pada masa Kesultanan Mataram menguasai Priangan (bagian tenggara Provinsi Jawa Barat).

Kepercayaan
Menurut kepercayaan yang mereka anut, Suku Baduy mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama.

Adam dan keturunannya, termasuk Suku Baduy, mempunyai tugas bertapa demi menjaga harmoni dunia. Oleh sebab itu Suku Baduy sangat menjaga kelestarian lingkungannya dalam upaya menjaga keseimbangan alam semesta. Tidak ada eksploitasi air dan tanah yang berlebihan bagi mereka. Cukup adalah batasannya.

Objek kepercayaan terpenting bagi Suku Baduy adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Suku Baduy mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima. Hanya pu’un (ketua adat tertinggi) dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang boleh mengikuti rombongan pemujaan tersebut.

Anak Suku Baduy (foto: tagar.id)

Dalam kebersahajaanya Suku Baduy mampu menjaga tata adat istiadat mereka. Bukankah ini bisa dijadikan contoh pertahanan budaya yang seharusnya bisa dilakukan secara luas bagi masyarakat Indonesia pada umumnya?  [Nora E]