Seberapa jauh implementasi dari Trisakti itu telah maujud sekarang ini? Dalam pidatonya untuk membuka Rapat Kerja Nasional II PDI Perjuangan pada 12 Oktober 2012 lampau di Surabaya, misalnya, Megawati mengatakan dengan tegas bahwa Indonesia belum berdaulat secara politik. “Mengapa? Salah satu alasannya adalah karena politik legislasi nasional kita masih jauh dari gambaran sebuah negara yang berdaulat. Saya telah meminta kepada fraksi di DPR untuk secara serius menyelaraskan semua produk undang-undang dengan dasar ideologi Pancasila 1 Juni 1945,” katanya. Sebab, tambahnya, bangsa yang berdaulat secara politik adalah bangsa yang ke dalam mampu menegakkan aturan hukum nasionalnya.
“Berdaulat di bidang politik juga mensyaratkan penyelenggaraan pemerintahan negara yang mampu mengatasi fragmentasi dan disintegrasi antar lembaga-lembaga negara,” tutur Megawati lagi.
Untuk aspek kedua dari Trisakti, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, menurut Megawati, juga memiliki tantangan yang mahadahsyat. “Hal ketiga yang tidak kalah pentingnya dari Trisakti adalah mempunyai kepribadian dalam kebudayaan. Saya mencermati betapa bahayanya erosi budaya dalam kebudayaan kita.Hal yang sederhana tampak pada rendahnya perhatian generasi muda terhadap seni budaya bangsa, termasuk kesenian dan tari tradisional atau lokal yang perlu dilestarikan. Sebaliknya, perhatian berlebihan justru diberikan pada kebudayaan asing. Saya ingin menegaskan, tidak ada modernisasi yang terlepas dari akar kebudayaannya. Bahkan, kalau kita berbicara tentang berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, sebenarnya hanya bisa terwujud apabila rakyat hadir sebagai sumber kebudayaan yang penuh dengan daya cipta,” ungkapnya.
Kesempatan untuk mewujudkan Trisakti yang dirumuskan Bung Karno sebenarnya kini terbuka lebar. Karena, masa pemerintahan yang sekarang ini memiliki visi-misi yang diberi nama Nawacita atau Sembilan Keinginan, yang dimaksudkan sebagai upaya melanjutkan Trisakti. Apalagi, Presiden Joko Widodo adalah kader PDI Perjuangan, yang memiliki akar pada Partai Nasional Indonesia, partai yang didirikan Bung Karno.
Megawati sendiri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan telah mencanangkan pada kader-kader partainya untuk menjadikan tahun 2016 ini sebagai tahun untuk menemukan kembali konsepsi dan strategi mewujudkan Trisakti. “Itulah tujuan sekaligus arah perjuangan kita,” kata Megawati saat pidato pembukaan Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan sekaligus perayaan ulang tahun ke-43 partainya, 10 Januari 2016 lalu.
Kondisi saat ini, lanjutnya, membutuhkan kembali revitalisasi semangat Trisakti. Karena, misalnya, Indonesia sekarang ini berada di era otonomi daerah namun cenderung berpraktik sebagai negara federal seperti Amerika Serikat. “Mengapa hal itu bisa terjadi? Konsep dan strategi pembangunan yang dijalankan di tiap daerah berangkat dari visi-misi yang berbeda-beda. Berbeda di setiap kabupaten dan kota dan berbeda pula di setiap provinsi. Bahkan, sering terjadi adanya perbedaan kebijakan dengan tingkat pusat,” kata Megawati.
Waktu menjadi Presiden RI, ungkap Megawati lagi, dirinya mendorong tata cara pemilihan langsung, yang semestinya dipahami sebagai tata cara pemilihan untuk mendekatkan rakyat kepada calon pemimpinnya. Namun sayang sekali, praktik demokrasi oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat itu di dalam pelaksanaannya direduksi menjadi sekadar pertarungan visi-misi lima tahunan. “Ganti orang ganti visi-misi. Ganti pemimpin ganti pula visi-misi. Saya sering berseloroh, inilah produk pemilihan langsung: pemimpin visi-misi lima tahunan,” tuturnya.
Karena itu, menurut pandangan Megawati, sudah saatnya visi-misi personal dan kedaerahan tersebut diubah dengan suatu konsep pembangunan nasional jangka panjang. Bahkan seharusnya, Indonesia mampu merancang sampai seratus tahun ke depan. “Rancangannya pun tidak boleh berganti hanya karena pergantian pemimpin. Sudah saatnya bangsa ini memiliki sebuah haluan pembangunan nasional jangka panjang, sebuah rencana berupa pola pembangunan nasional di segala bidang kehidupan negara dan masyarakat,” ujar jelasnya.
Kesemuanya harus ada dalam satu integrasi dan sinergitas antarpulau, antardaerah, untuk menjadi Indonesia Raya. Harus ada suatu perencanaan yang tidak berdiri sendiri, yang tidak hanya diletakkan untuk lima tahunan masa jabatan eksekutif daerah maupun pusat. “Pembangunan Semesta membutuhkan perencanaan semesta, guna melihat Indonesia secara utuh; memotret Indonesia dalam satu ke-Indonesia-an yang tak bercerai-berai,” kata Megawati.
Dasar yang dipergunakan adalah kebutuhan dan kepribadian rakyat Indonesia sendiri. “Artinya, perencanaan yang dibuat tidak untuk meniadakan nilai-nilai kearifan lokal dan potensi di masing-masing daerah. Bahkan sekiranya diperlukan, pengalaman dalam pembangunan di luar negeri dapat diselaraskan dan dipadukan untuk kepentingan dalam negeri,” tuturnya. Sepakat! [PUR]