Kapolda Jabar Irjen Anton Charliyan/ntmcpolri.info

Koran Sulindo – Kapolda Jawa Barat, Irjen Anton Charliyan mendapat sanksi pelanggaran disiplin. Ia juga mendapat teguran dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian karena mengeluarkan kebijakan memprioritaskan putra daerah dalam penerimaan taruna Akpol di Jawa Barat tahun anggaran 2017.

“Sudah saya tegur,” kata Tito, di Mabes Polri, Selasa (4/7).

Kapolri juga mencabut Surat Keputusan Kapolda Jabar Nomor: Kep/702/VI/2017 pada 23 Juni 2017, tentang prioritas putra/putri daerah dan nondaerah dalam penerimaan calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol) di wilayah Jabar.

Sebelumnya, mengetahui adanya kemarahan orang tua para calon taruna Akpol dari media massa, Kapolri memerintahkan tim dari Asisten SDM (As SDM) Kapolri, Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) dan Propam Mabes Polri untuk ke Mapolda Jabar.

“Dengan adanya resistensi dari warga yang bukan putra daerah dan dapat rangking dan itu naik ke media saya cepat tangkap itu dan kemudian saya diskusi dengan As SDM kita rupanya ada Perkap keistimewaan itu hanya untuk Papua,” katanya.

Keistimewaan yang didapat oleh putra daerah Papua dalam penerimaan Akpol diberikan lantaran pendidikan tertinggal dari daerah lain. Tidak seperti Jabar dan Jakarta atau daerah lainnya yang memiliki banyak bibit-bibit unggulan karena sudah maju.

“Khusus Papua ya apalagi bagian tengah. Daerah lagi yang pendidikannya maju apalagi Bandung Jawa Barat maka tidak ada pengecualian,” kata Tito.

Menurut Tito, Kapolda Jabar lupa dengan adanya Perkap keistimewaan tersebut hanya untuk Papua saja.

“Tadinya mau akomodir niatnya mungkin baik akomodir tokoh-tokoh setempat tapi setelah dijelaskan ada Perkap itu Kapolda baru ingat,” kata Tito.

Permintaan Masyarakat

Menurut Kapolri, Jenderal Tito Karnavian teurutlah mengkoreksi penerimaan taruna Akademi Kepolisian (Akpol) di wilayah Jawa Barat, yang memprioritaskan putra daerah. Menurutnya kebijakan itu diambil lantaran adanya permintaan dari masyarakat setempat.

“Memang ada suara permintaan dari masyarakat di Jawa Barat agar ada prioritas kepada warga Jawa Barat asli, istilahnya putra daerah,” kata Tito di Mabes Polri, Senin (3/7).

Dalam Peraturan Kapolri (Perkap), istilah putra daerah di prioritaskan hanya untuk di Papua. Ia menjelaskan karena pendidikan di wilayah paling timur Indonesia itu pendidikannya terlambat.

“Kenapa? Karena baru tahun 1999 terintegrasi. Nah sehingga kalau mereka bersaing dengan yang dari pantai maupun yang dari pendatang, ternyata mereka akan kalah sehingga diberikan prioritas,” katanya.

Sementara untuk daerah yang sudah maju dan pendidikan relatif sama memiliki banyak bibit-bibit unggul, sehingga tidak perlu ada prioritas untuk putra daerah.

“Jakarta semua sama, rangking yang menentukan. Sudah kita koreksi seperti itu,” katanya.

Istilah local boy for local job hanya berlaku pada Bintara. Pasalnya, di daerah-daerah tertentu memerlukan karakter-karakter polisi yang mema hami daerahnya.

“Bintara itu waktunya lama di sana. nah kalau yang di Akpol, ini mereka menjadi calon pimpinan nasional, jadi boleh bertugas di mana saja harus siap,” kataTito.

Dalam rekaman video yang menjadi viral di dunia maya, para orang tua terlihat marah sekaligus kecewa dengan kebijakan yang tiba-tiba. Menurut mereka jika ada kebijakan putra daerah dan non putra daerah seharusnya diberitahukan sejak awal.

Seorang bapak juga mengatakan anaknya mendapatkan rangking 15 dari 23 peserta. Tetapi karena anaknya bukan putra daerah kemudian tidak lulus. Padahal nilainya di atas putra daerah yang lolos.

“Anak saya rangking 15 dari 23, tidak bisa masuk, pikir pakai ini (menunjuk kepala),” teriaknya kepada panitia di Mapolda Jabar.

Kejadian tersebut menjadi sorotan Mabes Polri. Tim dari Asisten SDM Kapolri, Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) dan Propam Mabes Polri diturunkan ke Mapolda Jabar untuk mengevaluasi dan membatalkan keputusan Kapolda Jabar No. 702 tentang kuota Putra daerah dan Non Putra Daerah. [YMA]