NAMA Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Prof Dr Sulianti Saroso mencuat ketika negara menghadapi wabah penyakit yang serius, seperti flu burung, MERS, atau SARS dan yang paling membuatnya makin populer adalah setelah merebaknya COVID-19. Apalagi setelah Kementerian Kesehatan mendeklarasikan adanya dua pasien pertama Covid-19.
“Sul”
Perempuan kelahiran Karangasem, Bali tanggal 10 Mei 1917 ini memiliki nama panjang Julie Sulianti Saroso. Ia merupakan seorang tokoh kedokteran Indonesia yang memiliki dedikasi tinggi terhadap kesehatan di Indonesia. Sul, adalah panggilan akrabnya, merupakan putri kedua dari dr. Sulaiman. Pilihannya menjadi dokter tampaknya menurun dari ayahnya.
Setelah menyelesaikan sekolah menengah di Gymnasium, Bandung (1935), Sul kemudian melanjutkan pelajaran di Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hoge Scholl), Batavia.
Sulianti muda lulus pada 1942 dan bekerja sebagai dokter pada Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ) yang sekarang menjadi RS Cipto Mangunkusumo.
Walaupun seorang perempuan, namun Sulianti tak pernah takut berada di tengah-tengah kerasnya peperangan untuk membantu para pejuang yang terluka. Sul cekatan mengobati bahkan mengelola dapur umum demi kebutuhan para gerilyawan.
Disamping aktif dalam pergerakan, Sul juga menjadi dokter di RS Bethesda di Yogyakarta untuk bangsal penyakit dalam dan penyakit anak. Karena cukup aktif dalam politik dan pergerakan, Sul bahkan sempat ditahan oleh pemerintah Belanda selama dua bulan di Yogyakarta.
Sulianti juga aktif menjadi anggota Dewan Pimpinan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan duduk dalam Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia sebagai wakil Pemuda Puteri Indonesia (PPI). Semangat Sulianti sebagai dokter pada masa perjuangan demi obat dan makanan untuk para pemuda dan pejuang sangat tinggi. Bahkan diantarkannya sendiri langsung ke kantong-kantong gerilya di Tambun, Gresik, Demak dan sekitar Yogyakarta.
Pendidikan dan Perjuangan Sul atas Program Keluarga Berencana di Indonesia
Setelah lulus dari sekolah kedokteran tahun 1942 di Batavia (Jakarta) kemudian ia meneruskan pendidikannya di Inggris, Skandinavia, Amerika Serikat dan Malaysia selama 2 tahun (1950 sampai 1951) dan mendapatkan Certificate of Public Health Administration dari Universitas London.
Pada tahun 1962 ia memperoleh gelar MPH (Master of Public Health) dan TM (Tropical Medicine), kemudian memperoleh gelar Doctor of Public Health (Epidemiologi) tahun 1965 setelah mempertahankan disertasi yang berjudul The Natural History of Enteropathogenic Escherichia Coli Infections di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana, Amerika Serikat.
Dalam buku People, Population, and Policy in Indonesia (2004) karya H Hull, Sulianti meminta pemerintah untuk membuat keputusan yang mendukung penggunaan kontrasepsi demi kesehatan masyarakat. Namun hal tersebut membuat gusar beberapa tokoh, termasuk Mohammad Hatta yang saat itu sebagai Wakil Presiden.
Meski gagasan ekonominya maju, diskusi mengenai hal tersebut dianggap kurang tepat dan kurang wajar di saat itu.
Bung Hatta meminta Sul tidak lagi mendiskusikan hal tersebut. Bahkan Sulianti juga mendapat peringatan dari Menteri Kesehatan yang mendapat teguran dari Presiden Sukarno. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Sukarno tidak serta merta menolak, hanya saja cukup berhati-hati di tengah ketegangan politik mengenai pelanggaran moral atas Keluarga Berencana.
Keluarga Berencana yang dipelopori Sulianti pada akhirnya mendapat tempat dan dukungan penuh pada masa Orde Baru dengan Program Keluarga Berencana.
Karir ‘Sul’ Sebagai Tenaga Medis dan Piagam Penghargaan
Setelah kemerdekaan RI, Sul melanjutkan karirnya di RS Bethesda Yogyakarta bagian penyakit anak. Tahun 1951 ia memulai kariernya di Kementerian Kesehatan. Di situ ia menjabat berbagai posisi yaitu Kepala bagian Kesejahteraan Ibu dan Anak, Kepala Hubungan Luar Negeri, Wakil Kepala Bagian Pendidikan, Kepala Bagian Kesehatan Masyarakat Desa dan Pendidikan Kesehatan Rakyat, dan Kepala Planning Board.
Tahun 1967 ia diangkat menjadi Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) dan merangkap Ketua Research Kesehatan Nasional (LRKN) Departemen Kesehatan.
Lalu tahun 1969, ia dikukuhkan sebagai Profesor pada Universitas Airlangga Surabaya dengan mengucapkan pidato pengukuhan “Pendekatan Epidemiologis dalam Menanggulangi Penyakit”.
Di tahun 1975 ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Dirjen P4M dan diangkat menjadi Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan sampai dengan tahun 1978.
Kemudian pada 1978 ia diangkat menjadi anggota tim perumus dan evaluasi Program Utama Nasional Bidang Ristek yang diperbantukan pada Menteri Negara Ristek.
Dan pada tanggal 1 Januari 1979 ia diangkat menjadi staf ahli Menteri Kesehatan. Pada tahun 1979 itu juga ia ditunjuk sebagai anggota Board of Trustees of the International Center of Diarrhoeal Disease Research Bangladesh dan menjabat Chairman of the Board selama setahun dari 1979 sampai 1980.
Pada tahun 1981 menjadi penasehat Proyek Perintis Bina Keluarga dan Balita di bawah Menteri Muda Urusan Peranan Wanita. Pada tahun 1982 diangkat menjadi Dosen pada Lembaga Kedokteran Gigi Dinas Kesehatan Angkatan Laut.
Dedikasinya dalam kesehatan sampai ke WHO. Sulianti pun kemudian diangkat menjadi anggota badan eksekutif dan Ketua Health Assembly (Majelis Kesehatan) yang berhak menetapkan dirjen WHO. Selama 25 tahun pertama WHO, hanya ada dua perempuan terpilih sebagai Presiden Majelis Kesehatan Dunia, yaitu Rajkumari AMrit Kaur dari India dan Julie Sulianti Saroso dari Indonesia.
Sederet penghargaan pun didapat Sulianti atas prestasinya. Piagam Pengabdian dan Jasa dalam meningkatkan Usaha Kesehatan dari Menteri Kesehatan. Piagam dari Pemerintah India atas jasanya dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Piagam Pegawai Teladan dari Menteri Kesehatan. Bintang Mahaputra Pratama dari Presiden RI tahun 1975. Selain itu, Bintang Penghargaan dari WHO South-east Asia Regional Committee. Piagam Penghargaan dari WHO Jenewa atas partisipasinya dalam membasmi penyakit cacar di dunia. Piagam dari IDI atas semangat pengabdiannya yang luar biasa kepada dunia kedokteran dan kesehatan Indonesia, Piagam Penghargaan dari Queensland Institute of Medical Research, Brisbane Australia.
Pada akhirnya pengabdian Julie Sulianti berakhir, beliau meninggal dunia pada 29 April 1991 di usia 73 tahun. Kemudian oleh pemerintah namanya diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso di Jakarta. [S21]