Irman Gusman/akun Twitter @IrmanGusman_IG

Koran Sulindo – Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman dituntut 7 tahun penjara dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) di Jakarta, Rabu (1/2). Tuntutan jaksa itu ditambah denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan serta pencabutan hak politik selama 3 tahun. Irman dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya.

“Menuntut agar majelis hakim supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang mengadili perkara ini memutuskan terdakwa Irman Gusman terbukti melakukan tindak pidana korupsi,” kata,” kata Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arif Suhermanto.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf b No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain tuntutan pidana penjara, jaksa juga meminta pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun.

Pencabutan hak politik itu menurut jaksa untuk melindungi publik dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari calon pemimpin yaitu kemungkinan publik salah pilih kembali.

Kedudukan Irman sebagai ketua DPD adalah jabatan strategis dalam sistem politik Indonesia, maka perbuatan terdakwa bukan saja menciderai tatanan demokrasi yang sedang dibangun tapi juga semakin memperbesar keidakpercayaan publik pada lembaga negara.

“Hal yang memberatkan, terdakwa menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai anggota DPD dan ketua DPD untuk melakukan kejahatan, terdakwa menyalahgunakan kewajiban yang diberikan kepadanya untuk melakukan kejahatan, motif kejahatan adalah untuk memperoleh kekayaan untuk diri sendiri, keluarga dan orang lain dengan memanfaatkan jabatannya, terdakwa tidak mengakui perbuatan,” kata jaksa.

Gula dan Bulog

Perbuatan penerimaan suap Rp100 juta itu diawali saat pemilik CV Semesta Berjaya, seorang pengusaha dari Sumbar yang merupakan rekan Irman, Memi bertemu dengan Irman pada 21 Juli 2016 di rumah Irman dan menyampaikan telah mengajukan permohonan pembelian gula impor ke Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Sumbar sebanyak 3.000 ton untuk mendapatkan pasokan gula.

Tapi permohonan pembelian itu lama tidak direspon Perum Bulog sehingga Memi meminta Irman untuk mengupayakan permohonan CV Semesta Berjaya itu.

Irman bersedia membantu dengan meminta “fee” Rp300 per kg atas gula impor Perum Bulog yang akan diperoleh CV Semesta Berjaya dan akhirnya disepakati oleh Memi. selanjutnya Memi melaporkan kepada suaminya, Xaveriandy Sutanto.

Irman kemudian menghubungi Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti agar menyuplai gula impor ke Sumbar melalui Divisi Regional (Divre) Sumatera Barat (Sumbar) karena selama ini disuplai melalui Jakarta yang mengakibatkan harga menjadi mahal. Irman pun merekomendasikan Memi sebagai teman lamanya yang memiliki CV Semesta Berjaya sebagai pihak yang dapat dipercaya untuk menyalurkan gula impor tersebut.

Dirut Bulog pada 22 Juli 2016 lalu menghubungi Kepala Perum Bulog Divre Sumbar Benhur Ngkaimi dan menyampaikan titipan pesan dari Irman agar Memi diberikan alokasi gula impor. Atas arahan tersebut Benhur Ngkaimi menyatakan siap melaksanakannya.

CV Semesta Berjaya akhirnya mendapat distribusi gula impor Perum Bulog secara bertahap mulai 12 Agustus 2016 sampai 10 September 2016 sebesar 1.000 ton gula dan disalurkan Xaveriandy dan Memi ke beberapa lokasi yang di luar peruntukannya selain di Padang yaitu ke Medan dan Pekanbaru.

Memi bersama Xaveriandy pada 16 September 2016 mengantarkan uang Rp100 juta sebagai uang terima kasih ke rumah Irman di Jalan Denpasar C3 No 8 Kuningan Jakarta dan tidak lama setelahnya, ketiga orang itu diamankan petugas KPK.

“Terdakwa Irman berusaha mengaburkan penerimaan uang suap tersebut dengan cara 4-5 hari setelah penangkapan, penasihat hukumnya melaporkan penerimaan itu ke KPK seolah-olah sebagai gratifikasi. Hal ini tidak benar karena sejak awal terdakwa Irman sudah meminta commitment fee sebesar Rp300 per kilogram. Bahwan menurut Irman sendiri yang sering menerima oleh-oleh dari teman-temannya yang pulang dari luar negeri, Irman tidak pernah melaporkan gratifikasi tersebut ke KPK,” kata jaksa Ahmad Burhanuddin.

Meski kewajiban Irman adalah menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat berkaitan dengan masalah pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi baik dalam hal perancangan UU, tapi Irman sudah menerima uang dari masyarakat yang menyampaikan aspirasinya itu.

“Terdakwa telah menerima uang sebesar Rp100 juta dari Xaveriandy Sutanto dan Memi karena telah mempengaruhi Dirut Perum Bulog dalam mengupayakan CV Semesta Berjaya milik Xaveriandy dan Memi untuk mendapat alokasi pembelian gula impor dari Bulog ang secara nyata bertentangan dengan kewajiban terdakwa sebagai anggota dan atau Ketua DPD,” kata jaksa Lie Setiawan.

Irman akan mengajukan pledoi (nota pembelaan) pada 8 Februari 2017.

Dalam perkara ini, Xaveriandy Sutanto sudah divonis 3 tahun penjara sedangkan istrinya Memi 2,5 tahun penjara, masing-masing ditambah denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. Keduanya menjalani hukuman di rutan Padang.

Tuntutan Tidak Sesuai Fakta Persidangan

Sementara itu pengacara Irman Gusman, Maqdir Ismail, menilai tuntutan pada kliennya itu  yaitu pidana penjara selama 7 tahun dan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun terlalu berat.

“Pertama tuntutan ini tidak sesuai dengan fakta persidangan, dan menurut hemat kami ini tuntutan yang berlebihan,” kata Maqdir, di pengadilan Tipikor, Jakarta.

Mengenai pencabutan hak politik, Maqdir mengatakan jaksa keliru mengartikan hak yang bisa dicabut.

“Hak yang bisa dicabut itu menurut UU adalah hak yang diberikan oleh pemerintah, bukan hak asasi manusia terutama itu harus berhubungan dengan kejahatan atau hasil perbuatan pidana itu, sementara hak politik didapatkan seseorang sebagai hak asasi yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar,” kata Maqdir.

Penasihat hukum akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 8 Februari 2017.

OTT

Irman Gusman ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK pada Sabtu (17/9/2016). Ia ditetapkan sebagai tersangka setelah OTT itu.

KPK menetapkan tiga orang tersangka, yaitu Xaveriandy Sutanto dan Memi sebagai terduga pemberi suap dan Irman Gusman sebagai terduga penerima suap.

Petugas KPK juga mengamankan uang senilai Rp100 juta dalam bungkusan yang diduga merupakan pemberian tersangka penyuap.

KPK menyebutkan pemberian terhadap IG disebut berhubungan dengan pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog terhadap CV SB pada 2016 untuk provinsi Sumatera Barat. [Antara/DAS]