Mantan Kepala PPATK M Yusuf dipanggil KPK sebagai saksi dugaan korupsi di Kementerian PUPR [Foto: tribunnews.com]

Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf terkait kasus korupsi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Ia disebut menjadi saksi untuk tersangka Andi Taufan Tiro, eks anggota DPR dari PAN.

Akan tetapi, Yusuf yang keluar dari gedung KPK pada jam 12 siang membantah hal tersebut. Kedatangannya ke KPK disebut hanya melaporkan harta kekayaannya sebagai pejabat publik. Ia mengakui ada kenaikan atas harta kekayaannya semenjak melepas jabatan sebagai Kepala PPATK.

“Sebelumnya harta saya Rp 4,4 miliar. Ada penambahan. Ini kewajiban bagi pejabat publik yang harus transparan atas kekayaannya,” kata Yusuf di KPK pada Senin (5/12), Jakarta.

Yusuf menuturkan, melaporkan harta kekayaan merupakan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai pejabat publik. Dari situ masyarakat bisa menilai apakah sosok tersebut pantas atau tidak menjadi pejabat publik.

Ia menjadi Kepala PPATK sejak 2011 hingga berakhir pada Oktober 2016. Presiden Joko Widodo memilih Kiagus Ahmad Badaruddin menjadi Kepala PPATK baru menggantikan Yusuf.

Sedangkan kasus yang mendera politikus PAN Andi Taufan Tiro berkaitan dengan dugaan suap pengamanan proyek di Kementerian PUPR. Ia menjadi tersangka sejak April lalu. Ia tak sendiri. Bersamaan dengan itu KPK juga menetapkan Kepala Balai Badan Pembangunan Jalan Nasional IX wilayah Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

Kedua orang ini disebut menerima hadiah atau janji dari Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir. Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan lima orang menjadi tersangka. Dua di antaranya merupakan anggota Komisi V DPR yaitu Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar dan Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP.

Sementara tiga tersangka lainnya adalah Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir serta dua rekan Damayanti, Dessy A. Edwin, serta Julia Prasetyarini. Total suap yang menjadi barang bukti dalam perkara ini berjumlah Rp 21,38 miliar, SG$ 1,67 juta dan US$ 72,7 ribu. Beberapa telah divonis dalam kasus ini di antaranya Damayanti dan dua stafnya. [KRG]