Ilustrasi

Koran Sulindo – Laman Sektretariat Kabinet telah memuat informasi mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2019 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya kepada Pimpinan dan Pegawai Non-pegawai Negeri Sipil pada Lembaga non-Struktural. “Pimpinan dan pegawai nonpegawai negeri sipil pada LNS diberikan Tunjangan Hari Raya,” demikian bunyi Pasal 2 PP Nomor 37 Tahun 2019.

Yang dimaksud dengan pimpinan lembaga nonstruktural (LNS) terdiri atas ketua/kepala; wakil ketua/wakil kepala; sekretaris, dan/atau; anggota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akan halnya pegawai non-pegawai negeri sipil (PNS) pada LNS yang mendapat THR harus warga negara Indonesia; telah melaksanakan tugas pokok organisasi secara penuh dan terus-menerus paling singkat selama satu tahun sejak pengangkatan/penandatanganan perjanjian kerja pada LNS yang bersangkutan; pendanaan belanja pegawainya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; diangkat oleh pejabat yang memiliki kewenangan atau telah menandatangani surat perjanjian kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada LNS.

“Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud diberikan sebesar penghasilan 1 (satu) bulan pada 2 (dua) bulan sebelum bulan Hari Raya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai penghasilan bagi pimpinan dan pegawai nonpegawai negeri sipil pada LNS,” demikian Pasal 4 ayat (1) PP Nomor 37 Tahun 2019.

Bila penghasilan sebagaimana dimaksud lebih besar daripada besaran penghasilan sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan pemerintah itu, Tunjangan Hari Raya diberikan sebesar penghasilan sesuai besaran penghasilan dalam lampiran. “Besaran penghasilan Tunjangan Hari Raya dalam Lampiran merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini,” bunyi Pasal 4 ayat (3) PP Nomor 37 Tahun 2019.

Peraturan pemerintah  ini menegaskan, Tunjangan Hari Raya dibayarkan paling cepat 10 hari kerja sebelum tanggal Hari Raya. Dalam hal Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud belum dapat dibayarkan, Tunjangan Hari Raya dapat dibayarkan setelah tanggal Hari Raya.Pajak Penghasilan atas Tunjangan Hari Raya sebagaimana dimaksud akan dibebankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” demikian bunyi Pasal 10 PP Nomor 37 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada 6 Mei 2019 lalu.

Pada Rabu lalu (8/5), Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri juga telah menyerukan perusahaan membayar THR paling lambat tujuh hari (H-7) sebelum Hari Raya. “Kami meminta perusahaan memastikan  pembayaran THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku ,” katanya.

Pemberian THR Keagamaan, lanjutnya, merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja. Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.

Besaran THR bagi pekerja yang punya masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih adalah satu bulan upah. Bagi pekerja yang punya masa kerja satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan besaran THR secara proporsional, sesuai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan, yaitu masa kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan upah.

Adapun pekerja harian lepas yang punya masa kerja 12 bulan atau lebih mendapat THR-nya berdasarkan upah satu  bulan. Angkanya dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.  Bagi pekerja lepas yang punya masa kerja kurang dari 12 bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa kerja.

“Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan lebih besar dari nilai THR yang telah ditetapkan, THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan yang tertera di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan,” kata Hanif.

Walau pembayaran THR dilakukan paling lambat H-7, Hanif berharap mungkin pembayaran dilakukan maksimal dua pekan sebelum Lebaran. “Ini dilakukan agar pekerja dapat mempersiapkan mudik dengan baik,” ujarnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, kementeriannya akan segera menerbitkan surat edaran THR kepada para kepala daerah dan membuka pos pengaduan THR. Bagi pekerja yang THR-nya tidak dibayarkan bisa mengadu ke pos pengaduan THR itu, yang akan dibuka di dinas-dinas tingkat provinsi dan kabupaten/kota dan di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan. [PUR]