Ilustrasi: Museum NU di Surabaya/situsbudaya.id

Koran Sulindo – Ketua Pengurus Cabang Nahdatul Ulama (NU) Kota Surabaya, H Muhibbin Zuhri, mengklarifikasi hoaks yang diedarkan seolah-olah museum NU di Kota Surabaya menjadi markas pemenangan kubu Prabowo-Sandi.

Hal itu disampaikan Muhibbin di depan Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-KH Ma’ruf Amin Hasto Kristiyanto dan awak media dalam pertemuan di sela Safari Kebangsaan VI menyusuri wilayah tapal kuda, Provinsi Jawa Timur, Jumat (25/1/2019).

Muhibbin, yang juga direktur museum NU tersebut menjelaskan bahwa gedung itu adalah legacy (peninggalan) dari almarhum Abdurrahman Wahid.

“Nah kebetulan letak museum itu bersebelahan dengan rumah pemenangan Prabowo-Sandi. Pasalnya, di situ ada gedung milik Cak Anam yang merupakan pendukung Prabowo,” kata Muhibbin.

Menurut Muhibbin, hal itu sama seperti di sebelah rumah Kaesang Pangarep (Anak Jokowi) ada rumah pemenangan Prabowo. Ya ini cara gampang mengklaim NU. Padahal itu tak benar. Museum ini benar-benar cara NU berjuang secara kultural,” ujarnya.

Klaim bahwa museum NU menjadi rumah pemenangan Prabowo-Sandi itu sama sekali tak masuk akal dan tak berdasar. Dalam foto hoaks yang diedarkan di media sosial, disebut museum itu seakan-akan kantor PWNU Jawa Timur.

“Padahal kantor PWNU itu beda lagi,” katanya.

NU sebagai identitas organisasi religius selalu punya hubungan baik dalam menjaga NKRI dengan kelompok nasionalis. Terlebih salah satu pimpinan NU, yakni KH Ma’ruf Amin, menjadi cawapresnya Jokowi.

“NU tentu tak masuk kerja-kerja elektoral. Tapi ini ada panggilan moral. Bila ada kiai, ulama NU, tentu masyarakat NU akan menyokong,” kata Muhibbin.

Sementara itu Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan cara-cara hoaks menyangkut museum NU demikian adalah cara untuk menyesatkan publik. Cara kubu Prabowo itu berbeda dengan jalan yang ditempuh pendukung Jokowi.

Dicontohkan Hasto tahu benar bagaimana sikap Ketua Umum Megawati Soekarnoputri terhadap NU, Muhammadiyah, dan TNI.

“Ibu ketua umum selalu mengingatkan. Tolong catat, saya tak pernah lupakan sejarah, tak pernah lupa menempatkan Nahdliyin dan kelompok bangsa lainnya sebagai sebuah keluar besar yang bersama-sama menegakkan Indonesia berdasarkan Pancasila,” katanya.

Karena itulah kebersamaan terus dijalin. Sebab disadari, setelah Muhammadiyah berdiri tahun 1912, lalu NU di 1926, dilanjutkan PNI di 1927 dan Badan Keamanan Rakyat (cikal bakal TNI-Polri), adalah pilar-pilar organisasi berdirinya NKRI sejak awal.

“Mereka yang menggunakan isu agama seperti memercik air di dulang terpercik muka sendiri. Berbagai serangan kepada Jokowi-Kiai Ma’ruf justru semakin menyolidkan dukungan ke beliau. Sebab rakyat tak suka firnah dan hoaks,” kata Hasto. [CHA]