PS General Slocum. (Wikipedia)

Di antara barisan peristiwa tragis yang membentuk sejarah Amerika Serikat, nama Titanic dan Kebakaran Pabrik Triangle Shirtwaist mungkin lebih sering terdengar. Namun, jauh sebelum keduanya mencuri perhatian dunia, ada sebuah tragedi yang tak kalah memilukan dan ironisnya, nyaris terlupakan. Bencana General Slocum, yang terjadi pada 15 Juni 1904 di perairan East River, New York, menewaskan lebih dari seribu jiwa, mayoritas perempuan dan anak-anak dari komunitas Jerman-Amerika.

Peristiwa ini tidak hanya mengubah wajah komunitas Lower East Side selamanya, tetapi juga menjadi catatan kelam tentang kelalaian, ketidakadilan, dan duka kolektif yang tak mendapat tempat sewajarnya dalam ingatan bangsa.

Inilah kisah memilukan dari PS General Slocum, sebuah kapal dayung yang semula membawa harapan akan hari yang cerah, namun justru berakhir menjadi simbol dari hari tergelap bagi ribuan keluarga. Berikut kisah lengkapnya yang dilansir dari laman New York Public Library.

Awal yang Penuh Sukacita

Pada tanggal 15 Juni 1904, sebuah tragedi memilukan melanda East River di New York, menghancurkan kehidupan ratusan keluarga dan meninggalkan jejak luka mendalam bagi komunitas Jerman-Amerika.

Meski tak setenar tenggelamnya Titanic pada 1912 atau kebakaran Pabrik Triangle Shirtwaist pada 1911, bencana tenggelamnya kapal PS General Slocum merupakan salah satu kecelakaan sipil paling mematikan dalam sejarah Amerika Serikat. Tragedi ini merenggut 1.021 jiwa dari total 1.358 penumpang, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak yang tengah menjalani hari libur gereja.

PS Slocum adalah kapal dayung beroda samping yang dibangun pada tahun 1891. Pada hari naas itu, kapal disewa oleh Gereja Lutheran Injili St. Mark seharga $350, untuk membawa jemaatnya yang sebagian besar merupakan warga Jerman-Amerika dari kawasan Lower East Side menuju Long Island dalam sebuah tamasya musim panas yang menyenangkan.

Senyum, canda, dan antusiasme menyelimuti dek kapal. Bagi banyak keluarga pekerja di kota yang padat dan berisik, hari itu menjadi momen pelarian yang ditunggu-tunggu. Namun, suasana damai itu sirna dalam sekejap.

Sekitar pukul 09.00 pagi, tak lama setelah kapal meninggalkan dermaga, kobaran api tiba-tiba muncul dan menyebar dengan cepat. Berbagai versi menyebutkan asal muasal api, tetapi yang jelas, dalam hitungan menit, si jago merah melahap seluruh kapal.

Panik melanda. Para penumpang, yang kebanyakan perempuan dan anak-anak, tak siap menghadapi situasi mengerikan itu. Banyak dari mereka tidak bisa berenang, dan pakaian panjang serta berat yang dikenakan membuat mereka sulit menyelamatkan diri.

Rompi pelampung yang tersedia sudah rusak, sekoci tak dapat digunakan, dan awak kapal tak dilatih untuk menangani kepanikan. Jeritan putus asa membelah langit kota, namun bantuan tak kunjung tiba.

Kapal akhirnya diarahkan oleh Kapten William Henry Van Schaick ke Pulau North Brother, alih-alih menepi lebih dekat ke Bronx. Ia berdalih bahwa keberadaan tangki gas dan tempat penyimpanan kayu membuat pendaratan di titik tersebut terlalu berisiko.

Namun, keputusan ini dikritik keras, karena banyak saksi mata melihat kapal terbakar dari kejauhan dan bertanya-tanya mengapa ia tidak segera merapat ke pantai.

1.021 Jiwa Hilang

Tragedi General Slocum menjadi bencana dengan jumlah korban tewas terbesar kedua di Amerika Serikat, setelah tragedi 11 September 2001. Dalam beberapa hari, tubuh para korban terdampar di pantai-pantai sekitar. Hanya 321 orang yang berhasil selamat, sebagian besar dengan luka fisik dan trauma psikis mendalam.

Komunitas Jerman-Amerika di Lower East Side tak pernah sama lagi. Mereka kehilangan anak-anak, pasangan, saudara, dan tetangga dalam jumlah besar. Rasa duka yang mendalam mendorong sebagian orang ke dalam depresi dan bahkan bunuh diri.

Banyak yang memilih pindah dari lingkungan tersebut, dan dalam waktu singkat, struktur sosial dan budaya komunitas pun terpecah. Tak hanya warga Jerman, komunitas Yahudi dan Italia pun ikut kehilangan anggota keluarganya dalam bencana ini.

Dalam penyelidikan yang menyusul, terungkap bahwa sistem keselamatan di atas kapal sangat buruk. Tidak ada latihan kebakaran yang dilakukan, alat keselamatan rusak dan tidak bisa diandalkan, serta awak kapal tidak memiliki pelatihan darurat. Namun, dari semua pihak yang bertanggung jawab, hanya Kapten Van Schaick yang dijatuhi hukuman.

Pada 27 Januari 1906, Van Schaick divonis bersalah atas kelalaian kriminal karena tidak melaksanakan latihan kebakaran wajib. Ia dijatuhi hukuman 10 tahun kerja paksa, tetapi hanya menjalani sebagian hukumannya di penjara Sing Sing.

Pada tahun 1911, Presiden William Howard Taft memberinya pengampunan, berkat permohonan dari istrinya. Sementara itu, perusahaan pemilik kapal, Knickerbocker Steamboat Company, dan presidennya, Frank A. Barnaby, lolos dari hukuman.

Meski sejarah seolah menyisihkan tragedi ini dari narasi besar bangsa, beberapa monumen tetap berdiri sebagai pengingat. Di Taman Tompkins Square, berdiri sebuah obelisk marmer Tennessee yang dibangun oleh Sympathy Society of German Ladies pada tahun 1906. Di atasnya terukir kata-kata yang menyayat hati:

“Mereka adalah anak-anak Bumi yang paling murni, muda dan cantik.”

Bencana General Slocum bukan hanya tentang kelalaian teknis atau keputusan buruk seorang kapten. Ia adalah cerita tentang komunitas yang patah, luka kolektif yang terabaikan, dan bagaimana sejarah bisa memilih siapa yang dikenang dan siapa yang dilupakan.

Hari ini, lebih dari seabad kemudian, tragedi ini tetap menjadi pengingat akan pentingnya tanggung jawab, keselamatan publik, dan pengakuan sejarah atas semua nyawa yang hilang tidak peduli seberapa “terkenal” atau “terlupakan” mereka di mata dunia. [UN]