Beberapa wastra tenun Sumba yang dihasilkan penduduk Sumba.

Koran Sulindo – Guru Besar Desain Tekstil Institut Teknologi Bandung yang juga seiman tenun, Prof. Biranul Anas, mengatakan pada sebuah kesempatan, Nusa Teggara Timur adalah pusat tenun ikat nasional, dengan ikonnya adalah tenun Sumba. Pembuatan tenun ikat di sana pun menggunakan teknik yang terbilang langka di dunia.

Dengan alasan itu saja sesungguhnya sangat wajar dan memang perlu dibuat acara Festival Tenun Ikat Sumba. Pada tahun ini rencananya festival tersebut akan digelar tanggal 2 sampai 9 Agustus 2018. Tempatnya di Tamboka, Kabupaten Sumba Barat Daya.

“Ini potensi yang tak boleh disepelekan. Motif tenun Sumba sangat khas. Desain ragamnya simetris. Ini melambangkan keseimbangan dan keharmonisan hidup manusia. Itu sebabnya, Kemenpar ikut mendukung agenda ini,” ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya, Rabu (20/6).

Wastra Nusantara memang umumnya bukan sekadar menampilkan keindahan visual, semacam desain, motif, dan warna, tapi juga menyimpan nilai-nilai filosofis kehidupan dan hubungannya dengan alam. Itu sebabnya pula, alam cenderung terproyeksikan dalam cara pembuatan dan hasil wastra-nya. Begitu pula dalam kain tenun Sumba, yang pewarnaannya menggunakan berbagai daun dan akar.

“Ada filosofinya, ada sejarahnya, punya story telling yang kuat. Ini sangat matching dengan pariwisata,” tutur Arief Yahya.

Tahun lalu, Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Widodo juga menyempatkan hadir untuk menikmati keindahan kain tenun dalam festival yang sama. Untuk tahun ini, Festival Tenun Ikat Sumba ini akan diikuti ribuan penenun di Kabupaten Sumba Barat Daya.

Arief Yahya berharap Festival Tenun Ikat Sumba 2018 dapat menggerakkan perekonomian daerah di Pulau Sumba. Tenun ikat Sumba, kata Arief, harus diinkubasi agar bisa menjadi industri kreatif.

Ia berharap juga, dengan adanya festival itu, sektor wisata NTT dapat “naik kelas”. “Festival ini makin memperindah pesona wisata NTT dan menjadi sarana untuk mempromosikan potensi pariwisata serta meningkatkan kunjungan wisatawan ke daerah tersebut, khususnya ke Pulau Sumba dan Kabupaten Ende yang berkelas internasional,” ujar Arief.

Lebih lanjut diungkapkan Arief, festival tersebut merupakan bagian dari upaya memperkuat atraksi dan menjadi bagian penting dari 3A, yakni atraksi, amenitas, dan aksesibilitas. “NTT merupakan destinasi kelas dunia karena memiliki ikon komodo, Danau Kelimutu, dan Labuan Bajo, yang ditetapkan sebagai destinasi prioritas untuk dikembangkan sebagai “Bali Baru”,” tuturnya. [RAF]