Ilustrasi: Buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020)/ANTARA FOTO-Nova Wahyudi
Ilustrasi: Buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020)/ANTARA FOTO-Nova Wahyudi

Koran Sulindo – Terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra membantah perihal duit 500 ribu dolar AS atau sekitar Rp7,4 miliar untuk pengurusan perkara hukum bukan miliknya, tetapi uang adik iparnya Tjandra Herriyadi Angga Kusuma.

“Itu uang Herriyadi sendiri, saya minta talangi dulu,” kata Djoko Tjandra dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (9/11).

Djoko Tjandra menjadi saksi untuk terdakwa mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.

Dalam kesaksinya itu, Djoko menjelaskan perihal uang yang diminta dirinya dari adiknya itu. “Saya bilang ‘Her ada uang cash tidak 500 ribu (dolar AS), dijawab ‘ada bos’ lalu saya katakan ‘ok nanti kamu saya take lagi kepada siapa diberikan dan kapan diberikan, itu 25 November 2019 malam,” ungkap Djoko.

Padahal dalam dakwaan disebutkan pada 26 November 2019, Joko melalui adik iparnya, Herriyadi Angga Kusuma (almarhum), memberikan uang 500 ribu dolar AS kepada Andi Irfan Jaya di sekitar mall Senayan City.

“Anehnya Herriyadi tidak pernah lapor ke saya sudah berikan dan begitu juga Andi Irfan tidak melaporkan terima. Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan saya jadi tidak mengecek,” kata Djoko menambahkan.

Namun adik iparnya Herriyadi tersebut sudah meninggal dunia pada 18 Februari 2020. “Jadi 500 ribu dolar AS hilang begitu saja?” tanya Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung KMS Roni.

“Tidak ada 1 sen pun yang saya bayar karena Herriyadi tidak bilang uang itu dibayar,” jawab Djoko.

Djoko pun menilai bahwa uang 500 ribu dolar AS itu adalah bagian dari uang komitmen senilai 1 juta dolar AS sebelum action plan muncul.

Dalam dakwaan disebutkan Djoko Tjandra meminta jaksa Pinangki untuk membuat action plan dan membuat surat ke Kejaksaan Agung untuk menanyakan status hukum Djoko Tjandra dengan biaya 100 juta dolar AS.

Action plan dalam dakwaan disebut diserahkan Pinangki pada 25 November 2019 bersama-sama advokat Anita Kolopaking dan pihak swasta Andi Irfan Jaya di kantor Djoko Tjandra di Malaysia.

Action plan tersebut terdiri dari 10 tahap pelaksanaan dan mencantumkan inisial BR yaitu Jaksa Agung ST Burhanuddin dan HA selaku Ketua MA periode Maret 2012-April 2020 Hatta Ali.

“Jadi intinya kesepakatan pembayaran 10 juta dolar AS lalu ‘down payment’ 1 juta dolar AS dan realisasi 500 ribu dolar AS kapan?” tanya jaksa Roni.

“Pada 25 November pada sore hari kita sepakati ‘consultant fee’ dan ‘laywer fee’ disepakati 1 juta dolar AS lalu lazimnya bayar DP (down payment) dulu lalu sepakat bayar 500 ribu dolar AS,” jawab Djoko.

Djoko menegaskan, dirinya tidak membuat kesepakatan dengan Pinangki. “Komitmen saya buat dengan Anita dan Irvan kalau terdakwa tidak ikut dalam diskusi ‘fee’,” ungkap Djoko.

“Dalam Berita Acara Pemeriksaan saudara mengatakan pada 26 November jam 4 sore saudara memberikan Andi Irfan dengan nomor HP Herriyadi untuk menyerahkan uang 500 ribu dolar AS dan tidak lama ada konfirmasi Herriyadi barang sudah diserahkan?” tanya Jaksa Roni.

“BAP itu sudah sudah saya ralat, Herriyadi tidak ‘confirm’ ke saya sudah diserahkan. Rencananya uang diserahkan di Plaza Senayan,” jawab Djoko. [WIS]