Istimewa

Koran Sulindo – Di bawah pemerintahan Gubernur Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw angka kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara turun sangat tajam.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, pada 2015 kemiskinan menyentuh angka 8,98 persen. Namun selang dua tahun kepemimpinan Olly, pada 2017 lalu, angka kemiskinan menurun di titik 7,9 persen.

“Ini merupakan suatu komitmen dan upaya yang luar biasa dari pemerintah daerah,” kata Kepala BPS Sulut,, Moh. Edy Mahmud, dalam Rapat Koordinasi Penguatan Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial,  yang digelar Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setdaprov Sulut, di ruang rapat Tumbelaka, kantor Gubernur Sulut, Kamis (24/5/2018).

Kondisi penurunan kemiskinan yang terjadi di Sulut sangat luar biasa.

“Problem kemiskinan, pencapaian di bawah 0,5 persen sudah betul-betul sangat maksimal. BPS menghitung kemiskinan melalui mendata berdasarkan konsumsi makanan dan non makanan. Penurunan angka kemiskinan di Sulut ini paling rendah dan maksimal di seluruh Sulawesi,” katanya.

Menurut Edy, sebagian besar kemiskinan di daerah ini berada di pedesaan, dengan jumlah sebanyak 194 ribu warga dari total warga Sulut yang total 2,4 juta jiwa.

Secara nasional, tingkat kemiskinan Sulut pada September 2017 dibandingkan dengan 34 provinsi lainnya di Indonesia, berada di peringkat ke-16 terendah. Namun di wilayah Pulau Sulawesi, Sulut tetap yang terbaik.

Penduduk dikatakan miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Karenanya, besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi garis kemiskinan.

“Semakin tinggi garis kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin, jika tidak terjadi peningkatan pendapatan penduduk,” katanya.

Sementara itu Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sulut, Soekowardojo, mengatakan kemiskinan yang berkurang juga disebabkan karena perekonomian Sulut yang membaik. Hal ini menurutnya, bisa dilihat juga dari pesatnya perkembangan bisnis ritel di Sulut. Karena tingginya tingkat konsumsi masyarakat.

“Sehingga banyak investor di bidang ritel tak ragu menanamkan investasinya di daerah ini. Hal tersebut ditopang kondusivitas dan stabilitas perekonomian Sulut sebagai jaminan utama,” katanya.

Daya konsumsi warga Sulut cukup baik bagi pertumbuhan bisnis ritel.

“Bisa kita lihat, tenant fashion, aksesori, maupun handphone terus bertambah. Ini membuktikan daya beli masyarakat di sini cukup baik bagi jalannya bisnis ini,” kata Soekowardojo.

Sementara itu Wakil Gubernur, Steven O.E. Kandouw, mengatakan pencapaian ini tidak membuat pemerintah provinsi merasa cukup, namun sebaliknya terus meningkatkan sinergitas dan kerja bersama.

“”karena sangat disadari, kemiskinan hanya dapat diselesaikan dengan sinergitas dan sinkronisasi program pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota serta stakeholder terkait,” katanya.

Wagub Kandouw optimistis pencapaian yang ditorehkan itu akan semakin memperkuat komitmen semua pihak di Sulut untuk menanggulangi kemiskinan melalui program Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan (ODSK) yang digagas oleh Gubernur Olly Dondokambey.

Komitmen dan Upaya Luar Biasa

Sejak hari pertama memimpin Provinsi Sulawesi Utara pada 12 Februari 2016 lalu, Gubernur Olly Dondokambey berkomitmen mewujudkan seluruh program pembangunan Sulawesi Utara secara bertahap. Dimulai dengan membuat fondasi di tahun pertama dan dilanjutkan dengan tahap percepatan di tahun kedua.

Kini setelah sekitar 2 tahun 3 bulan kemudian, memimpin provinsi yang dikenal dengan sebutan Bumi Nyiur Melambai itu. Olly tetap konsisten menunjukkan kinerja dan berkarya bagi masyarakat Sulut, sebagai pengemban amanah rakyat untuk membawa Sulut semakin progresif di berbagai bidang.

Dalam bidang pariwisata, misalnya pengembangan pariwisata semakin diperlebar melalui promosi pariwisata ke mancanegara dan keikutsertaan dalam berbagai pameran promosi, yang berdampak pada meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara. Pada 2017, jumlah wisatawan mancanegara mencapai hampir 100 ribu orang, dan wisatawan nusantara 1.698.523 orang.

“Hal ini memicu berkembangnya usaha sarana penunjang seperti jumlah hotel berbintang mencapai 38 hotel, dan hotel non bintang mencapai 325 hotel,” kata Gubernur.

Adapun dalam urusan penanaman modal, terjadi peningkatan signifikan investasi PMA dan PMDN dibandingkan target RPJMD, yakni 346 proyek dengan nilai yang ditargetkan sebesar Rp 2,5 triliun.

“Sedangkan dalam realisasi kita mampu mencetak angka spektakuler, yakni sebesar Rp 7,93 triliun atau mencapai 317,44 persen dari target,” katanya.

Pertumbuhan ekonomi juga menyerap tenaga kerja. Angka pengangguran sebesar 6,20 persen pada 2016, berkurang menjadi 6,18 persen pada 2017. Sementara, inflasi turun dari 3,31 persen pada 2016 menjadi 2,44 perse pada 2017.

Sebaliknya, investasi mengalami kenaikan signifikan dari Rp 4,5 triliun dpada 2016, naik menjadi Rp 6 triliun pada 2017.

Berkembangnya sektor pariwisata serta meningkatnya nilai investasi PMA dan PMDN, berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi Sulut.

“Perekonomian Sulawesi Utara 2017 tumbuh sebesar 6,32 persen, meningkat sebesar 0,15 persen dibandingkan 2016 yang berada pada 6,17 persen,” kata Olly.

Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang berkisar di titik 5,0 persen pertahun.

Tak heran dalam 2 tahun terakhir Sulut banjir penghargaan. Beberapa diantaranya adalah Anugerah Kita Harus Belajar (KIHAJAR) 2017 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penghargaan ini diberikan atas kepedulian dan komitmen pemerintah daerah terhadap pengembangan Teknologi Informasi dan komunikasi (TIK) untuk dunia pendidikan dan kebudayaan.

Lalu penghargaan di bidang Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dari Kemendagri karena berhasil menjamin kebebasan hak sipil, Juga dari Kementerian PU-PR karena telah berkontribusi dalam memberikan kemudahan layanan perizinan dalam pembangunan perumahan. [DAS/Advertorial]