Koran Sulindo – Ketua Dewan Pers Yosef Adi Prasetyo mengatakan untuk melawan maraknya berita bohong (hoax) di media sosial, Dewan Pers akan memasang logo (barcode) pada media massa sebagai tanda telah terverifikasi Dewan Pers. Pemasangan ini akan dimulai pada 9 Februari nanti bertepatan dengan Hari Pers Nasional.
Masyarakat bisa memindai QR code melalui smartphone untuk mengetahui media itu asli atau bukan. Dengan kode tersebut, masyarakat bisa mengetahui informasi berupa alamat redaksi dan siapa penanggung jawab media tersebut.
“Ini upaya Dewan Pers untuk melindungi pers di Indonesia,” kata Yosef, dalam diskusi publik upaya memerangi Berita Hoax dan situs Hoax di Aula Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis (12/1).
Kebijakan itu sekaligus mengembalikan otoritas pemegang kebenaran faktual kepada media mainstreem.
Menurut Yosef, masyarakat harus paham bahwa info media dan berita sangat berbeda. Info media adalah potongan info awal yang disampaikan seseorang kemudian diterima institusi media. Sedangkan berita adalah sumber info yang diterima kemudian dichek kebenarannya dan diverifikasi sebelum disampaikan kepada publik.
“Kalau pers, konteknya berita sedangkan media sosial konteknya adalah info. Kecuali info yang dikutip dari berita media mainstream yang sumbernya jelas. Tapi kalau sumbernya tidak jelas itu bukan berita tapi info,” kata Yosef.
Yosef juga memantau ada info diproduksi oleh seperti situs seword dan postmetro yang tidak jelas sumbernya. Sudah berkali-kali diblokir tapi muncul lagi. Pengelolanya berkali-kali minta maaf, tapi diulang lagi perbuatannya.
“Mereka mendapatkan puluhan juta dari berita-berita yang gak jelas sumbermya. Padahal produk pers itu harus ada kompetensinya dan dalam melakukan kegiatan jurnalistik berita harus ada persetujuan dari yang orang bertanggungjawab,” kata Yosef.
UU ITE
Sementara itu Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemkominfo , Semuel Abrijani Pengerapan, mengatakan dasar hukum bagi kominfo untuk melakukan penangkalan konten-konten adalah Undang-undang ITE tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2011 tentang ITE Pasal 40 UU ITE tahun 2016.
Pada ayat 2 Pasal 40 tersebut menyatakan pemeriksan untuk kepentingan umum dari segala jenis, gangguan dari akibat penyalahgunaan Informasi eletronik dan transaksi eletronik yang mengganggu ketertiban umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan pada ayat 2b, ada kewajiban pemerintah melakukan pencegahan dan penyebaran penggunaan informasi eletronik yang dikeluarkan dan dilarang sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Pemerintah tidak melakukan seenaknya, ada tata kelolanya,” kata Semuel.
Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem informasi eletronik untuk melakukan pemutusan akses informasi.
Belum Ada Tindakan
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan telah membuat panel ahli untuk memantau konten di internet.
“Tetapi belum ada treatment langsung pada konten tersebut,” kata Rudiantara, di Diskusi Publik bertajuk “Mendorong Tata Kelola Konten di Era Post-Truth Society” di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Kamis (12/01).
Langkah pemerintah dalam menangani kasus konten hoax yang sedang meresahkan masyarakat saat ini adalah konsultasi atau partisipasi publik yang melibatkan masyarakat, komunitas dan stakeholders.
“Pemerintah tetap membuat kebebasan, tapi kembali lagi bagaimana kita menata agar industri dunia maya menjadi bersih sehingga masyarakat pun tetap sehat,” kata Rudiantara. [infopublik/kominfo.go.id/DAS]