Jakarta – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta bersama para pimpinan dan alumni pondok pesantren se-DKI menyampaikan sikap tegas terhadap tayangan program Xpose Uncensored yang disiarkan Trans7 pada Senin (13/10/2025). Tayangan tersebut dianggap mencemarkan nama baik Pondok Pesantren Lirboyo dan menyinggung kehormatan para Kiai serta santri di seluruh Indonesia.
Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta, KH Lukman Hakim Hamid, menilai bahwa permintaan maaf yang telah disampaikan pihak Trans7 belum memadai untuk menyelesaikan persoalan yang telah melukai perasaan umat.
“Tayangan tersebut tidak hanya merugikan dan mencederai keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo, tetapi juga seluruh pesantren dan masyarakat pesantren se-Indonesia,” ujar KH Lukman Hakim Hamid.
PWNU DKI menegaskan, langkah hukum perlu diambil berdasarkan bukti yang ada, mengingat tayangan itu telah menimbulkan keresahan luas di kalangan santri dan masyarakat pesantren.
Berikut lima poin pernyataan resmi PWNU DKI Jakarta bersama pengasuh serta alumni pondok pesantren se-DKI terhadap pihak Trans7:
1. Mendesak Dewan Pers untuk menjatuhkan sanksi tegas kepada Trans7 atas pelanggaran prinsip etika jurnalistik dalam program tersebut.
2. Meminta Chairul Tanjung selaku pendiri CT Corp, Direktur Utama Trans Corp, serta jajaran direksi Trans7 untuk bertanggung jawab kepada umat dengan menyampaikan permintaan maaf dan melakukan evaluasi menyeluruh.
3. Mengimbau seluruh warga Nahdliyin serta keluarga besar dan alumni pesantren di wilayah Jabodetabek untuk memboikot seluruh produk CT Corp, termasuk Trans TV dan Trans7.
4. Mendesak agar Trans7 menayangkan permintaan maaf selama tujuh hari berturut-turut pada jam tayang utama (prime time) sebagai bentuk pertanggungjawaban publik.
5. Meminta Trans7 mengungkapkan profil lengkap rumah produksi (production house) yang membuat program tersebut, guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan Gedung Trans7, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, diikuti oleh ratusan peserta yang menuntut pemulihan marwah pesantren.
PWNU DKI Jakarta menegaskan, langkah ini bukan hanya bentuk protes, tetapi juga peringatan serius agar media arus utama lebih berhati-hati dalam mengangkat isu keagamaan dan moral publik. [IQT]




