Koran Sulindo – Proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik 10 ribu megawatt di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) banyak yang mangkrak. Dan itu bukan sekadar tuduhan politik, namun fakta yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam keterangannya pada Kamis (6/4), BPK menyebutkan lima proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) periode 2006 hingga 2015 mangkrak dengan anggaran senilai Rp 609,54 miliar dan US$ 78,69 juta. Proyek yang dikerjakan Perusahaan Listrik Negara (PLN) disebut tidak bermanfaat.
Temuan tersebut kemudian dimuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II tahun 2016. Kelima proyek itu adalah PLTU Tanjung Balai Karimun, PLTU Ambon, PLTU 2 NTB Lombok, PLTU Kalbar 2, dan PLTU Kalbar 1.
Ketua BPK Harry Azhar menuturkan, pihaknya menemukan masalah pembangunan proyek listrik 10 ribu megawatt. PLN disebut belum mampu merencanakan secara cepat dan belum menjamin kesesuaian dengan ketentuan serta kebutuhan teknis.
BPK karena itu menyimpulkan proyek tersebut perlu mendapat perhatian. PLN juga belum mengenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pembangunan senilai Rp 704,87 miliar dan US$ 102,26 juta.
Jika pemborosan uang negara itu dijumlahkan dalam mata uang rupiah sesuai dengan kurs 2007, maka hasilnya mencapai Rp 2,94 triliun. Soal proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik ini sempat menjadi sorotan Presiden Joko Widodo. Ada 34 proyek pembangkit listrik sisa program Fast Track Program (FTP) I dengan total kapasitas 627,8 megawatt.
Pemerintah menaksir kerugian akibat 34 proyek ini mencapai Rp 3,76 triliun. Dari 34 proyek itu, PLN sepakat meneruskan 23 proyek. [KRG]