Ilustrasi: Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan meresmikan kantor baru DPD PDI Perjuangan Yogyakarta/CHA

Koran Sulindo – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memimpin upacara topping off kantor DPD Propinsi DI Yogyakarta (DIY) yang didahului dengan upacara adat setempat. Kantor partai terbesar untuk tingkat provinsi itu diniatkan menjadi rumah kebudayaan rakyat.

Hasto yang mewakili DPP PDI Perjuangan dalam pelaksanaan upacara itu didampingi Ketua DPD PDI Perjuangan Yogyakarta Bambang Praswanto, anggota DPR RI Lazarus yang bertugas mengawasi pengerjaan gedung, serta Nuryadi, Anggota DPRD DIY yang bertugas sebagai tim. Puluhan pengurus partai setempat serta petugas satuan tugas (Satgas) ikut hadir di kantor berlokasi di Jalan Tentara Rakyat Mataram, Yogyakarta itu.

Upacara adatnya sendiri dipimpin oleh Romo Hanung. Sejumlah makanan khas Yogyakarta sebagai wujud selametan juga dihidangkan serta didoakan.

Hasto mengatakan upacara selametan dilakukan sebagai wujud doa agar niat baik pembangunan gedung kantot berlantai lima itu bisa berjalan lancar dan selalu berada dalam kesimbangan.

Kantor partai itu dirancang dengan konsep green building, dan sangat khas Yogyakarta. Ornamen batik dan gamelan akan dimunculkan di gedung itu sebagai wujud tradisi adat istiadat. Nantinya masyarakat boleh menggunakannya untuk latihan tari, pertunjukan seni, hingga berbagai acara tradisi lainnya.

Mengingat kecintaan pada lingkungan yang selalu dikobarkan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, maka di lantai dasar dan bagian tengah gedung akan menjadi taman.

“Lantai satu ini melambangkan sikap orang Yogya yang terbuka. Makanya ini nanti jadi rumah rakyat. Bangunannya juga mencerminkan hal itu, ditambahkan perhatian Ibu Mega atas lingkungan, di tengah ini nanti ada taman,” kata Hasto Kristiyanto di Yogyakarta,Rabu (20/2/2019) malam.

Hasto mengatakan, gedung kantor itu sengaja dibangun dengan semangat tradisi kebudayaan Jawa. Dijelaskannya, di Jawa dikenal kata-kata mutiara ‘Ngluruk tanpo boli, menang tanpo bgasorakke. Sekti tanpo aji, sugih tanpo bondho” bermakna “menyerbu tanpa bala tentara, menang tanpa merendahkan, sakti tanpa aji-aji dan kaya tanpa harta”.

“Mengingat terus kebijaksaan budaya seperti ini akan terus penting. Lihat saja sekarang ini dimana orang bersaing gila-gilaan hanya demi kekuasaan. Harusnya hidup tentram lahir batin yang digelorakan. Dan itu jawabannya di kebudayaan,” imbuh Hasto.

Selain itu, gedung yang mulai dibangun sejak November tahun lalu itu berbasis semangat Yogyakarta sebagai kota revolusi.

“Yogyakarta ini kota revolusi. Bung Karno, ketika ibukota Jakarta dalam kondisi darurat, memindahkan ke Yogyakarta. Saat itu, Sultan Hamengkubuwono IX dan bantuan keraton sangat luar biasa,” terangnya.

Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota budaya Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dilahirkan. Sehingga membangun sebuah kantor yang besarnya hampir setara kantor pusat di Jalan Diponegoro, Jakarta, menjadi lebih bermakna.

“Kantor ini kami persembahkan buat Ibu Megawati. Beliau lahir di Jogja, ari-arinya ada di Jogja. Kantor ini sekaligus simbolisasi, partai sebagai pusat pengembangan kebudayaan bisa dilakukan,” ujarnya.

“Dari sini kita pelopori kantor partai sebagai pusat kebudayaan. Dia jadi pusat kegiatan rakyat, tari, mocopatan, kumpul. Ini yang kami harapkan.Terima kasih atas doanya,” tambahnya.

Sementara, Ketua DPD PDI Perjangan Yogyakarta Bambang Praswanto mengatakan, gedung itu terdiri atas lantai, seperti lima sila Pancasila. Lantai bawah secara formal dan bisa diakses mudah oleh masyarakat umum. Di sana dibangun fasilitas mushala dan alat musik gamelan.

Di lantai, 2 akan dijadikan perkantoran, sementara lantai 3 untuk fasilitas olahraga serta kesenian. Gedung paling atas akan ada aula untuk paling tidak 500 tamu. Bisa dipakai masyarakat untuk pengajian, mantenan, dan acara khitanan.

Bangunan ini didesain agar para pengunjung bisa ke atas dengan tangga manual sehingga bisa berolahraga. Namun buat yang benar-benar tak bisa, tetap disediakan lift khusus.

“Ini gedung didesain hemat air, listrik, dan limbah keluar tak terlalu banyak. Kalau dipakai masyarakat sifatnya gratis. Jadi tidak mencari untung. Cuma untuk air dan listrik saja. Kami ingin gedung ini dimanfaatkan untuk rakyat,” kata Bambang Praswanto. [CHA]