WARTAWAN dari Kanada, Eva Bartlett, yang beberapa kali meliput secara langsung peristiwa perang Suriah, terutama di Aleppo, membantah pemberitaan media arus utama Barat itu. ia bahkan menyebutkan pemberitaan itu sebagai kebohongan. Beberapa media arus utama yang disebut berbohong antara lain BBC, Guardian, New York Times, dan sebagainya. Petikan konferensi pers Bartlett di Perserikatan Bangsa-Bangsa antara lain dapat dilihat di sini.

Bartlett secara rutin menuliskan fakta-fakta yang ia peroleh dari liputannya di Aleppo. Hasil liputannya bisa dibaca serta ditonton di berbagai media alternatif, seperti The Duran, Global Research, Mint Press, RT, dan sebagainya.

Salah satu kebohongan yang diproduksi media Barat, katanya, adalah soal pelanggaran hak asasi manusia. Beritanya kerap berdasarkan informasi dari Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), lembaga hak asasi yang hanya dikelola satu orang di Coventry, Inggris.

Pendukung SOHR ada dari kelompk teroris White Helmets. Kelompok ini didirikan para mantan perwira Inggris pada tahun 2013, dengan dukungan dana US$ 100 dari Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara sekutu mereka. SOHR menyatakan tujuannya adalah menyelamatkan warga sipil di Aleppo Timur dan Idlib.  Tapi, tidak seorang pun warga di sana pernah mendengar nama lembaga  itu.

SOHR  juga seolah  netral dalam perang Suriah. Kenyataannya: orang-orangnya kerap membawa senjata dan berdiri di antara mayat tentara pemerintah Suriah.

Dalam kesempatan lain, SOHR menayangkan rekaman video yang sama atau mendaur ulang rekaman dalam laporan berbeda. Video yang sudah ditayangkan dimunculkan lagi pada bulan berikutnya dengan sedikit membedakan lokasinya.

Media Barat juga kerap memberitakan pasukan pemerintah Suriah menyerang dan menembaki warga sipil di Aleppo. Tapi, ketika teroris melakukan penembakan dan pembunuhan terhadap warga sipil, media itu justru mengatakan sebaliknya.

“Saya sudah berkali-kali ke Homs, Maaloula, Latakia, dan Tartus di Suriah. Juga ke Aleppo empat kali. Dukungan masyarakat terhadap pemerintah Suriah benar-benar ada. Apa pun yang publik baca di media arus utama sangat bertentangan,” kata Bartlett, seperti dikutip globalresearch.ca, pertengahan Desember 2016 lalu.

Kebohongan lain, menurut Bartlett, misalnya soal serangan pesawat tempur Suriah dan Rusia ke Rumah Sakit Al Quds pada April 2016u. Laporan The Guardian bahkan menyebutkan serangan itu menggunakan senjata kimia. Padahal, berdasarkan citra satelit Rusia, Rumah Sakit Al Quds sudah demikian sejak Oktober 2015. Artinya, kondisi rumah sakit itu sama sekali tidak berubah sejak Oktober 2015 hingga April 2016. Jadi, serangan udara Suriah dan Rusia itu sama sekali tidak ada.

“Sayangnya media dan pemerintah Barat sama sekali tidak mempersoalkan serta mengabaikan fakta serangan pemberontak dan teroris terhadap seluruh rumah sakit yang ada di Suriah,” tutur Bartlett.

Kendati wartawan media arus utama Barat banyak juga yang mengakui “dosa” jurnalistik mereka, tetap saja kobohongan semacam itu terus diulang. Sebut saja Raymond Bonner, mantan wartawan investigasi the New York Times, yang menyesal karena menulis tentang Raissi, pilot kelahiran Aljazair.

Raissi dianggap terlibat dalam peristiwa serangan teror 9/11 pada 2001. Bonner menuliskan beritanya dengan berpegang pada keterangan aparat pemerintah. ia dengan bangga menuliskan keterlibatan Raissi.

Belakangan, Bonner mengakui dosa jurnalistiknya setelah pengadilan di Inggris justru memutus: Raissi adalah korban fitnah dan berhak mendapatkan kompensasi. Bonner kemudian membuka dan melihat tulisannya lagi yang dimuat New York Times. Ia meringis. [KRG]