Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompul [Foto: Koran Sulindo]

Koran Sulindo – Bareskrim Polri resmi menetapkan Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (IBU) Trisnawan Widodo sebagai tersangka. Anak perusahan PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) itu disebut diduga melakukan kejahatan yang menyesatkan konsumen selama ini.

Penetapan tersangka ini diputuskan Kepolisian RI setelah mendapat alat bukti permulaan yang cukup berdasarkan keterangan 24 saksi, 11 ahli dan surat-surat. Pelanggaran PT IBU, beras Makyuss dan Ayam Jago Merah yang diklaim sebagai beras premium tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri, Kombes Martinus Sitompul mengatakan, tersangka TW dijerat pasal berlapis mulai dari Undang Undang Perlindungan Konsumen, Undang Undang Pangan, Undang Undang Persaiangan Curang dan KUHP.

“Apa saja parameternya? Pertama sistem pelabelan, PT IBU produk yang diselidiki Ayam Jago Merah dan Makyuss itu yang bersangkutan menggunakan SNI 2008, dalam SNI 2008 dikenal dengan istilah premium dan medium. Yang dikenal mutu 1 hingga mutu 5,” kata Martinus di Mabes Polri, Rabu (2/8).

Sedangkan beras premium itu kata Martinus ada di SNI 2015. Diterangkannya, SNI memang tidak wajib untuk beras. Namun, kalau sudah mencantumkan SNI dalam kemasan harus mengikuti ketentuan.

Martinus mencontohkan, Ayam Jago Merah dengan SNI 2008 harus ditentukan mutunya. Misalnya mutu 1 ada istilah kadar air dan proteinnya.

“Dalam kemasan Makyuss dan Ayam Jago Merah ada pelanggaran yang dilakukan PT IBU ini, tidak mencantumkan kualitas mutu. Ibarat orang mau membeli beras hak konsumen ingin mengetahui apakah kualitas sesuai yang diinginkan atau tidak,” kata Martinus.

Selanjutnya, berdasarkan uji lab beras Makyuss dan Ayam Jago Merah mutunya tidak sesuai SNI. “Ini bisa jadi mutu 2 atau mutu 3 atau di bawahnya. Yang jelas tidak sesuai mutu,” ujarnya.

Lebih lanjut, PT IBU disebut memberi informasi yang menyesatkan kepada konsumen. Perusahaan tersebut dengan sengaja menggunakan info nilai gizi berapa angka kecukupan gizi (AKG). Padahal AKG itu hanya ada dalam produk hasil olahan, bukan bahan baku seperti beras.

Juga melakukan persaingan curang. Diterangkannya, perusahaan itu membeli beras kepada petani dengan harga tinggi kemudian dijual dengan harga tinggi. “Kalau memang beli dari petani harusnya tidak dijual dengan harga tinggi juga. Saksi-saksi kita penggilingan padi kecil banyak melaporkan memperkecil usaha mereka,” imbuhnya.

Martinus menambagkan tersangka terancam 20 tahun penjara dan denda Rp 10 triliun. “Tersangka nantinya akan kita jerat juga tindak pidana pencucian uang,” kata Martinus. [YMA]