Koran Sulindo – PT Freeport Indonesia diharapkan tetap melakukan ekspor, meski saat ini masih bernegosiasi dengan pemerintah terkait kelanjutan izin pertambangan di Indonesia. “Freeport itu perusahaan publik. Kalau berhenti, dia juga akan jatuh sahamnya. Jadi, dalam hal ini tidak ada yang disebut menang atau kalah,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (22/1).
Keengganan Freeport untuk melakukan ekspor pada saat pemerintah masih memberikan opsi tersebut, lanjutnya, dapat berefek negatif terhadap kinerja Freeport dalam jangka panjang. “Kalau kita mau terus-menerus menuju kepada hal yang bersifat negatif, pasti tidak hanya buruk kepada kita, namun juga buruk kepada Freeport sendiri,” tuturnya lagi.
Menteri Keuangan sekarang ini memastikan proses negosiasi dengan Freeport masih terus berjalan. Pemerintah juga berupaya mencari jalan keluar terbaik bagi perekonomian nasional serta kelanjutan investasi perusahaan asal Amerika Serikat itu di Indonesia. “Kita bisa saling melihat fakta-fakta yang ada dalam kontrak karya dan apa saja yang ada dalam Undang-Undang Minerba, bagaimana kita bisa sepakat untuk menuangkannya. Karena itu, yang paling baik sebetulnya adalah menjaga kepentingan bersama,” kata Sri Mulyani.
Kementerian Perdagangan sebelumnya menyatakan, Freeport belum mengajukan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) kendati rekomendasi ekspor konsentrat sudah dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kementerian ESDM telah menerbitkan Izin rekomendasi ekspor berdasarkan surat permohonan Freeport Nomor 571/OPD/II/2017, tanggal 16 Februari 2017. Izin tersebut berlaku hingga satu tahun ke depan, untuk izin ekspor mineral mentah, berlaku sejak tanggal 17 Februari 2017 sampai dengan 16 Februari 2018.
Adapun volume ekspor yang diberikan untuk Freeport sebesar 1.113.105 Wet Metric Ton (WMT) konsentrat tembaga. Besaran itu berdasarkan Surat Persetujuan Nomor 352/30/DJB/2017 tertanggal 17 Februari 2017. [RAF]