Koran Sulindo – Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan pemilih dalam Pilkada DKI Jakarta lebih menyoroti aspek kinerja para pasangan calon ketimbang hal yang berbau SARA. Hal itu, tampak dari hasil putaran pertama pilkada 15 Fabruari lalu.
“Rakyat melihat, memimpin Jakarta perlu dengan ketegasan, meskipun dengan risiko tidak populer. Kami juga mendorong Ahok-Djarot untuk sampaikan ketegasan, jauh lebih penting ketimbang hanya populer,” kata Hasto, di Jakarta, Selasa (21/2).
“Hal itu terlihat dari perolehan suara Ahok-Djarot yang unggul di Kepulauan Seribu dan Penjaringan,” katanya.
Menurut Hasto, Jakarta membutuhkan pemimpin yang berani mengambil risiko menghadapi banyak masalah perkotaan. Dicontohkan, dalam menghadapi banjir di Jakarta, seorang gubernur harus berani mengambil kebijakan yang tidak populer seperti merelokasi warga ke rumah susun.
“Hal itu sudah dibuktikan oleh Ahok-Djarot,” katanya.
Pada ajang Pilkada 15 Februari lalu, pasangan nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat meraih suara terbanyak (42,91 persen). Disusul pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno (40,05 persen), dan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni (17,05 persen).
Sekjen PDIP itu juga menyoroti golput pada Pilgub DKI putaran pertama yang menurutnya tidak wajar.
Semestinya, kata Hasto, jumlah golput tak mencapai 23 persen sebab berdasarkan data internal PDIP, antusiasme warga Jakarta terhadap Pilkada DKI sangat tinggi.
PDIP melihat besarnya golput 22 itu sebagai masalah teknis di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Kami berpegang pada amanat konstitusi, harus dijamin hak konstitusional dan tidak boleh tak dipenuhi hanya dengan masalah teknis administrasi,” kata Hasto.
PDIP akan mengadvokasi mereka yang tidak mendapatkan hak pilihnya di putaran pertama Pilkada DKI lalu. [pdiperjuangan-jatim.com/DAS]