Pemakaman Suku Minahasa (Foto: www.seputarsulut.com)

Koran Sulindo – Suku Minahasa di Sulawesi Utara memiliki tradisi pemakaman yang unik dan berakar pada sejarah panjang yang dimulai sejak abad ke-9.

Salah satu jejak tradisi tersebut dapat ditemukan di Taman Purbakala Waruga Sawangan, Kabupaten Minahasa Utara. Taman ini kini menjadi destinasi wisata sejarah yang menarik, dengan 143 pemakaman kuno yang dikumpulkan sejak tahun 1977.

Tradisi pemakaman suku Minahasa berbeda dari kebiasaan pemakaman pada umumnya. Jika lazimnya jenazah dikuburkan dalam tanah, suku Minahasa menggunakan batu sebagai tempat peristirahatan terakhir jenazah.

Batu-batu yang berfungsi sebagai makam ini disebut Waruga. Dalam bahasa Minahasa, kata Waruga terdiri dari dua kata, yakni “waru” yang berarti rumah dan “ruga” yang bermakna badan. Secara harfiah, Waruga adalah rumah bagi badan manusia yang kembali ke surga.

Desain dan Filosofi Waruga

Waruga memiliki bentuk kotak berongga dengan penutup berbentuk segitiga di atasnya. Penutup ini dihiasi ukiran yang melambangkan profesi jenazah saat masih hidup.

Misalnya, jika jenazah adalah seorang pemburu, maka ukiran yang tertera di penutupnya menggambarkan aktivitas berburu. Jumlah jenazah yang disemayamkan dalam satu Waruga juga bisa lebih dari satu, dan hal ini ditandai dengan ukiran garis pada penutupnya.

Tradisi pemakaman ini juga dikenal dengan penataan posisi jenazah yang berbeda dari kebiasaan lain. Jenazah ditempatkan dalam posisi duduk dengan tumit menyentuh pantat dan kepala mencium lutut.

Posisi ini menyerupai bayi dalam rahim, yang melambangkan filosofi kehidupan, di mana manusia mengakhiri hidup dalam posisi yang sama seperti ketika ia memulainya.

Ini juga dipercaya sebagai simbol penghormatan terhadap leluhur, di mana tubuh jenazah selalu dihadapkan ke arah utara, karena menurut kepercayaan nenek moyang suku Minahasa berasal dari utara.

Penguburan Bersama Harta Benda

Selain filosofi dalam penataan jenazah, tradisi ini juga memperbolehkan penguburan jenazah bersama harta bendanya. Harta benda yang dimaksud bisa berupa piring, gelas, atau perkakas lain yang sering digunakan selama hidupnya. Barang-barang tersebut sering kali ditempatkan dalam lemari kaca atau rumah panggung khas Minahasa di sebelah makam.

Keberadaan Waruga dan tradisi pemakaman ini tidak hanya menunjukkan keyakinan suku Minahasa terhadap siklus kehidupan, tetapi juga menjadi cerminan budaya dan sejarah yang kaya di daerah tersebut.

Hingga kini, tradisi unik ini masih terus dilestarikan oleh masyarakat Minahasa, dan keberadaan Taman Purbakala Waruga Sawangan menjadi pengingat abadi akan warisan leluhur mereka.

Simbolisme Arah Utara dan Waruga

Posisi jenazah yang dihadapkan ke arah utara memiliki makna simbolik yang kuat bagi suku Minahasa. Arah utara dipercaya sebagai asal-usul nenek moyang mereka, sehingga menghadapkan jenazah ke utara merupakan bentuk penghormatan dan pengakuan terhadap asal-muasal mereka.

Sementara itu, Waruga, yang terbuat dari batu, bukan hanya tempat peristirahatan jenazah tetapi juga menjadi monumen abadi yang merekam sejarah dan kehidupan orang-orang yang telah meninggalkan dunia ini.

Tradisi pemakaman suku Minahasa adalah warisan budaya yang tak ternilai, tradisi ini memberikan gambaran mendalam tentang cara masyarakat kuno menghargai kehidupan, kematian, dan perjalanan spiritual manusia. [UN]