Komisaris Jenderal Budi Waseso (berbaju putih berdasi) keika masih menjadi Kepala Bareskrim Polri di Balaikota Jakarta, 4 Mei 2015.

Koran Sulindo – Di media sosial Twitter pada Senin ini (11/7) muncul hastag atau tanda pagar #BersihkanJakarta. Isinya tentang dukungan terhadap Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisaris Jenderal Budi Waseso, untuk maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta dalam pemilihan tahun 2017 mendatang. Di beberapa lokasi di Jakarta juga sudah ada spanduk-spanduk yang berisi pernyataan keinginan Budi Waseso atau biasa disapa Buwas sebagai Gubernur DKI Jakarta, antara lain yang dibuat Aliansi Masyarakat untuk Jakarta Hebat dan Kuat.

“Kami Warga DKI Jakarta Mendukung Buwas sebagai Pemimpin Kami, Pemimpin yang Tegas dan Santun,” demikian antara lain bunyi spanduk itu.

BuwasSpanduk2

Menurut pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing, Budi Waseso bila mendapat dukungan partai politik akan menjadi lawan yang tangguh bagi calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pilgub DKI Jakarta 2017. Karena, BNN selama di bawah kepemimpinan Buwas tidak pernah menimbulkan kegaduhan. Beda halnya dengan Ahok yang petahana, yang kerap menimbulkan kegaduhan. “Petahana selalu ada menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Ada pemimpin bekerja untuk citra sifatnya menimbulkan kegaduhan. Sedangkan Buwas mengatur kepemimpinan tegas namun—harus digaris bawahi—tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Suatu yang bagus. Harus dipertimbangkan oleh partai,” kata Emrus seperti dikutip Sindonews, Sabtu [9/7].

Pada Mare 2016 lalu, pengamat politik senior dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, juga berpandangan yang sama. Arbi menilai, sosok Buwas layak diperhitungkan karena memiliki karater yang tegas, sehinggaberpotensi menjungkalkan Ahok dalam pemilihan 2017. “Budi Waseso diperhitungkan dan tergantung partai pendukung. Dia bisa mempersulit Ahok. Dari kepribadian pun sama galaknya,” kata Arbi sebagaimana dikutip Harian Terbit di Jakarta, Selasa (22/3).

Menurut dia, sosok Buwas memiliki rekam jejak sejak menjadi Kapolda Gorontalo. Saat itu, Buwas berani memerkarakan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie. Kemudian, kata Arbi lagi, Buwas semasa memimpin Bareskrim Polri berani memerkarakan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad dan Bambang Widjojanto serta mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.

Warga Jakarta, tambahnya, memang membutuhkan perubahan cepat, namun tetap terkontrol dengan baik dan tidak melukai rakyat kecil. “Budi Waseso itu tokoh pribadi yang mirip Ahok dalam ketegasan, [tapi] Buwas lebih terkontrol,” tutur Arbi.

Ketika masih masih menjadi Kepala Bareskrim Polri, nama Komisaris Jenderal Budi Waseso memang sempat menjadi perbincangan publik. Misalnya ketika penyidik Bareskrim Polri yang ia pimpin menetapkan dua komisioner Komisi Yudisial sebagai tersangka atas dugaan pencemaran nama baik, yang dilaporkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin. Ketika itu, sejumlah pihak mnilai penetapan itu sebagai upaya kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh antikorupsi. Padahal, sebelum melaporkan kedua orang itu ke Bareskrim, kuasa hukum Sarpin telah melayangkan somasi terbuka agar pihak-pihak yang berkomentar negatif tentang Sarpin bersedia meminta maaf.

Menurut Budi Waseso ketika itu, pihaknya tidak akan menangguhkan kasus tersebut. “Enggak ada itu, terus lanjut. Masak kita diatur? Memang boleh ada yang ngatur? Makanya itu, saya bilang, kita harus profesional, tidak boleh membeda-bedakan,” ujarnya pada sebuah kesempatan pada tahun 2015 lalu.

Buwas menilai kasus itu sebenarnya kasus sederhana, yang bisa dihentikan jika terjadi pencabutan pelaporan oleh Hakim Sarpin. “Ini kasusnya sederhana. Kalau si pelapor mencabut laporannya, ya, sudah selesai. Tapi, saya sendiri juga enggak bisa, enggak boleh mencabut. Karena, ada delik aduan,” ungkapnya.