PEMERINTAH melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta masyarakat mewaspadai penyebaran penyakit campak yang semakin meluas. Tidak hanya diderita anak-anak penyakit ini juga disebut bisa menjangkiti orang dewasa.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi meminta masyarakat semua umur waspada terhadap potensi penularan penyakit campak. mMeski kasus biasanya didominasi anak-anak. Kewaspadaan ini juga perlu ditingkatkan mengingat sudah ada 55 Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di 12 provinsi sepanjang tahun 2022.

“Semua umur harus waspada. Dewasa juga bisa terserang, tapi paling banyak pada anak usia kurang dari 5 tahun,” kata Nadia, Jumat (20/1).

Kendati begitu, penyakit ini bisa dicegah penyebarannya melalui vaksin campak dan rubella yang dimulai sejak balita.

“Kalau sudah lengkap imun anak-anak, maka kan ada kekebalan kelompok. Jadi ndak ada sumber penularan,” tutur Nadia.

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan global. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus golongan Paramyxovirus. Pada tahun 2013, di dunia terdapat 145.700 orang meninggal akibat campak, sedangkan sekitar 400 kematian setiap hari sebagian besar terjadi pada balita berdasarkan data organisasi kesehatan dunia WHO.

WHO menyebut penyakit campak adalah penyakit kuno yang dideskripsikan pada awal abad ke-9 oleh dokter dan cendekiawan Persia, Abu Bakr Muhammad Zakariyya Razi, atau nama Eropa-nya dikenal sebagai Rhazes.

Menurut Rhazes dalam bukunya berjudul The Book of Smallpox and Measles, penyakit menular ini lebih ditakuti daripada cacar, dikutip dari News Medical. Campak menjadi penyakit yang meluas ketika eksplorasi global meningkat pada abak ke-16.

Penyebab penyakit tersebut, ditemukan oleh seorang dokter Skotlandia, Francis Home, pada tahun 1757. Ia menemukan bahwa penyakit campak disebabkan oleh patogen. Ia mengungkapkan bahwa patogen tersebut menularkan penyakit ini ke orang yang sehat melalui darah pasien yang terinfeksi dan menunjukkan bahwa penyakit itu disebabkan oleh agen infeksius.

Salah satu bentuk kewaspadaan yang perlu dilakukan adalah menghindari pasien yang sudah tertular lebih dulu. Sebab campak menyebar lewat angin dan droplet. Masa penularan campak terjadi sejak 4 hari sebelum timbul bercak kemerahan pada kulit (rash) sampai 4 hari setelah timbul rash. Puncak penularan terjadi saat gejala awal (prodromal), yaitu pada masa 1-3 hari pertama sakit.

Rendahnya vaksinasi campak

Salah-satu faktor meluasnya penyakit campak belakangan ini adalah rendahnya tingkat vaksinasi. Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prima Yosephine menyebut, rendahnya vaksinasi campak di Tanah Air mempengaruhi tingginya kasus campak.

Sepanjang tahun 2022, Kemenkes menerima laporan terdapat 3.341 kasus konfirmasi campak di 223 kabupaten kota di 31 provinsi. Jumlah ini meningkat 32 kali lipat dibandingkan tahun 2021.

Sebanyak 58 persen kasus konfirmasi campak juga diderita oleh anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi. Hanya terdapat 7 persen anak yang sudah mendapat imunisasi campak dan rubella 2 dosis atau lebih, 5 persen yang mendapat 1 dosis, dan 30 persen lainnya tak diketahui status vaksinasinya.

“Kasus sebagian besar tidak pernah diimunisasi. Beberapa ada yang diimunisasi tapi enggak lengkap. Yang lengkap hanya sebagian kecil, sedangkan beberapa juga tidak diketahui status imunisasinya,” kata Prima Jumat (20/1).

Prima mengungkapkan, capaian Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) untuk mengejar imunisasi campak dan rubella memang menurun, utamanya di luar Jawa Bali.

Dari target 95 persen, realisasi imunisasi dalam rangka BIAN hanya 60,13 persen di luar Jawa Bali. Sementara di Pulau Jawa dan Bali sudah mencapai target sebesar 98 persen, sehingga cakupan BIAN secara nasional mencapai 72,2 persen. “Artinya masih ada anak yang masih belum bisa menemukan atau belum memiliki kekebalan terhadap campak,” ucap Prima. [PAR]