Sulindomedia – Saat ini terjadi kesenjangan dalam dunia pendidikan, termasuk di Indonesia. Data World Econommic Forum menyebutkan, para pelajar di dunia masih dihadapkan pada setting sekolah abad ke-19, guru di abad ke-20, dan siswanya sendiri telah berada di abad ke-21. “Karena itu terjadinya kesenjangan ini perlu kita benahi,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof Dr Anies Baswedan saat berbicara pada “Kongres Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan lll” di GSP Uuniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang berlangsung selama Sabtu dan Minggu (30/4/2016 dan 1/5/2016).
Karena itu, Anies mendukung perlunya restorasi pendidikan di Indonesia. Upaya ini sekaligus sebagai bentuk untuk membangkitkan kembali semangat membangun masa depan bangsa agar lebih baik. Menurut Anies, ada beberapa komponen yang harus selalu ditekankan kepada para siswa, seperti jujur, sopan, dan kerja keras. Komponen-komponen tersebut harus dikolaborasikan pula dengan kreativitas, komunikasi, serta budi pekerti. Menurut Anies, komponen utama, yakni budi pekerti, perlu ditumbuhkan dan dibiasakan melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan nonkurikuler.
“Perlu menanamkan jiwa kebaikan di dunia pendidikan sebagai kebiasaan. Restorasi pendidikan ini sebagai usaha untuk terus berkarya dan menjadikan Indonesia berpengaruh di mata dunia,” katanya.
Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam sambutannya mengatakan, pendidikan di Indonesia tidak lepas dari budaya Jawa terdahulu yang diwariskan secara turun-temurun. Sultan kemudian menyinggung peran penting dari tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara. “Beliau sekaligus sebagai perintis kemerdekaan, perintis pendidikan nasional, dan perintis kebudayaan nasional,” papar Sultan.
Hal senada juga diungkapkan pemerhati pendidikan Prof Sutaryo dari Universitas Gadjah Mada. Dikatakan, bangsa Indonesia sebenarnya memiliki konsep pendidikan dan pengajaran yang sangat bagus dan digagas oleh Ki Hajar Dewantara. Namun, konsep pendidikan yang diajarkan ke anak didik sekarang ini tidak membentuk nilai kepribadian, melainkan mengejar aspek kognitif semata. ”Pendidilan dan pengajaran hanya mengejar kognitif dan memisahkan pelajar dengan rakyat,” katanya.
Menurut Sutaryo, konsep pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara lebih menanamkan nilai-nilai nasionalisme, ketika para anak didik diajarkan selalu membela kepentingan bangsa dan negara. “Jangan sampai nantinya kepentingan kelompok dan partai yang lebih diutamakan. Kongres ini bisa menginspirasi agar pendidikan kita nantinya menjadi lebih baik,” ujar Sutaryo. [YUK]