Koran Sulindo – Stok tahu dan tempe di lapak pedagang di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur dalam dua hari terakhir ini mulai langka. Pasalnya pengerajin kedelai mulai tidak memproduksi.
“Sudah sejak tahun baru ini saja saya gak ketemu lagi tahu dan tempe di pasar. Saya juga baru tahu hari ini kalau ada mogok kerja dari yang bikin (produsen),” kata salah satu konsumen tahu dan tempe, Nurohatun Hasanah (48) ketika ditemui wartawan, Minggu (3/1).
Nurohatun mengaku, dalam memproduksi tempe membutuhkan 30 sampai dengan 40 kilogram tahu dan tempe untuk digoreng dan dijual di warteg kawasan Jatinegara, Jakarta Timur.
Namun sejak komoditas berbahan baku kacang kedelai itu hilang dari pasaran, Nurohatun beralih menjual kentang goreng dan sayuran.
“Ada yang lain, misalnya ada kentang sayuran yang lain, kalau gak ada tahu tempe. Saya baru tahu kalau katanya kacang kedelai lagi susah,” kata Nurohatun.
Produsen, diharapkan Nurohatun, kembali memasok tahu dan tempe sebab penggemar makanan tersebut cukup tinggi di warungnya.
“Namanya orang Indonesia kan favoritnya tahu tempe. Seharusnya walaupun mahal harus diadain biarpun mahal,” ujar Nurohatun.
Sementara, Windy (27) mengaku sudah dua hari terakhir tidak berjualan gorengan tempe dan tahu isi.
“Saya sering beli di pasar. Biasanya buat dagang gorengan, tapi dari tahun baru gak ada. Biasanya ada aja pedagang yang nyetok, tapi kemarin gak ada sama sekali, yang anterin juga gak ada. Katanya kacangnya lagi mahal,” kata Windy.
Windy mengaku mengalami penurunan pendapatan hingga separuh dari biasanya sejak tahu dan tempe hilang dari pasaran.
“Kalau jualan sih tetap, tapi kan saya gak jual tahu dan tempe jadi pendapatan jadi turun sekitar setengahnya, karena dagangan gak komplit,” ungkap Windy.
Warga Pulogadung itu berpesan kepada produsen agar harga tahu tempe bisa stabil, walaupun harus naik harganya tetap wajar dan bisa terjangkau.
“Walaupun harganya naik, yang penting ada. Yang penting naiknya terjangkau. pelanggan nanyain juga, padahal baru seminggu lalu toge gak ada di pasaran,” jelas Windy.
Sedangkan, Sekretaris Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia DKI Jakarta Handoko Mulyo mengatakan, ketiadaan tahu dan tempe di pasaran merupakan imbas dari bentuk protes terhadap kenaikan harga kedelai dari Rp 7.200 menjadi Rp 9.200 per kilogram.
“Terhitung mulai 1 hingga 3 Januari 2021, kita stop produksi. Ada sekitar 5.000 pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memproduksi tahu dan tempe, sepakat untuk mogok produksi,” kata Mulyo.
Dikatakan Handoko, setiap harinya produsen memasok kebutuhan tahu dan tempe di Jakarta sebanyak 500 hingga 600 ton. [WIS]