Koran Sulindo – Sentimen negatif terhadap warga Tiongkok terus meningkat di Kamboja. Bahkan disebutkan setelah Tiongkok meningkatkan investasinya di Kamboja, warga merasa justru itu menimbulkan banyak masalah dan membuat mereka semakin menderita.
Seperti yang dilaporkan The Diplomat, sejak orang Tiongkok mulai berdatangan ke Kamboja, terus meningkat setiap tahun. Jumlah kunjungan wisatawan Tiongkok terus membludak mencapai 1,27 juta pada periode Januari hingga Agustus 2018. Jumlah itu meningkat 72 persen dibanding tahun sebelumnya pada periode yang sama.
Kementerian Pariwisata Kamboja memperkirakan jumlah itu akan tetap meningkat untuk seterusnya. Di samping wisatawan, jumlah pekerja dan pengusaha Tiongkok juga terus meningkat. Sedangkan hubungan diplomatik dan kerja sama militer Tiongkok dan Kamboja di bawah Hun Sen menghasilkan hibah besar berupa paket bantuan militer.
Karena lonjakan ini, sentemin anti-Tiongkok semakin meningkat di kalangan masyarakat Kamboja. Mereka marah dengan perilaku buruk warga Tiongkok dan khawatir negara mereka akan “dijajah” kepada Tiongkok. Pendiri ASEAN Young Political Leaders Network, Yong Heng, 25 tahun mengatakan, umumnya masyarakat Kamboja tidak puas dengan perilaku buruk “geng” Tiongkok yang disebut ebagai investor itu.
“Mereka sering menggunakan kekerasan dan kejam terhadap orang Kamboja, terutama kepada perempuan Kamboja,” kata Yong Heng, yang juga aktivis mahasiswa itu.
Ia menuturkan, pemikirannya itu muncul karena didasarkan diskriminasi atau rasialis. Akan tetapi, investasi dan kepariwisataan yang sedang bertumbuh itu justru menjadi ancaman terhadap eksistensi demokrasi, kebudayaan, lingkungan dan hak asasi manusia Kamboja. Tengoklah, misalnya, apa yang terjadi di Sihanoukville, sebuah kota di Kamboja.
Dalam beberapa tahun terakhir, sekitar 160 ribu kota berubah total menjadi gedung-gedung perjudian, hotel, restoran, bar dan pabrik milik pengusaha Tiongkok. Di media Barat bahkan menyebutkan, Tiongkok mengambil alih Sihanoukvill walau jauh sebelumnya, faktanya Barat yang menjadikan kota itu penuh dengan narkoba, prostitusi dan lain sebagainya.
Salah satu alasan meningkatnya anti-Tiongkok di Kamboja lantaran Sihanouk tidak lagi monopoli Barat melainkan warga Tiongkok. Perilaku buruk orang Tiongkok jauh lebih menakutkan ketimbang orang Barat ketika sedang mabuk. Dan itu terjadi setiap hari. Pengaruh negatif Tiongkok terhadap pemerintah Kamboja adalah nyata dan tidak bisa diabaikan begitu saja.
Meningkatnya hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Kamboja dinilai berdampak dalam kehidupan sosial dan demokrasi Kamboja. Penindasan meningkat terhadap kebebasan berpendapat dalam politik, kebebasan pers dan masyarakat pada umumnya. Ketika Hun Sen “mematuhi” Barat untuk menegakkan hak asasi manusia demi bantuan Barat, maka “bantuan” dari Tiongkok sama sekali tidak menuntut itu. [KRG]