Kartini (tengah) dan keluarganya.

Koran Sulindo – Namanya Muriel Stuart Walker. Lahir di Skotlandia, namun warga negara Amerika Serikat. Ia kemudian pindah dan menetap di Bali dan menggunakan nama K’tut Tantri. Pada masa Revolusi Kemerdekaan, pers Australia dan Singapura menjuluki dia sebagai Surabaya Sue. Karena, dia ikut berjuangan dengan rakyat Surabaya pada Pertempuran 10 November 1945. Itu sebabnya, Presiden Soekarno pernah memberi amanah kepada K’Tut Tantri untuk menulis pidatonya dalam bahasa Inggris.

Suatu hari, Bung Karno mengundang Tantri ke Istana Merdeka. Datanglah Tantri ke istana dengan mengenakan kebaya. Dan, Tantri pun kaget melihat penampilan Bung Karno yang mengenakan sarung, berjas lengan pendek, dan berkopiah.

Rupanya, Bung Karno mengganti pakaian seragamnya begitu melihat Tantri mengenakan kebaya. “Anda sudah repot-repot berdandan dengan busana nasional. Jadi, kurasa sepatutnya Anda kuterima dengan pakaian nasional pula,” demikian kata Bung Karno. Jadi, boleh dikatakan, Bung Karno ketika itu secara tidak resmi menyatakan kebaya adalah pakaian nasional perempuan Indonesia.

Kebaya memang sudah dikenakan perempuan Nusantara sejak berabad-abad lalu. Setidaknya, ketika bangsa Portugis datang ke Nusantara pada abad ke-16 dan melakukan ekspedisi dari Melaka menuju Madura, Bali, Lombok, Aru, dan Banda di bawah komando Antonio de Abreu, mereka sudah mencatat nama kebaya sebagai busana yang dikenakan banyak perempuan di negeri ini.

Pada 29 September 2013, situs thehindu.com menurunkan artikel tentang masyarakat Pulau Mulavukad (atau dalam bahasa lokal di sebut sebagai Pulau Bolghatty) di selatan India yang memiliki tradisi mengenakan kebaya atau kevaya dalam bahasa Kerala. Pulau Mulavukad memang berada di wilayah Kerala, yang pernah dijajah Protugis pada abad ke-16. Kebaya atau kevaya diperkenalkan bangsa Portugis ke masyarakat Pulau Mulavukad. Patut diduga, bangsa Portugis terkesan dengan kebaya, yang mungkin dirasa cocok dikenakan untuk negeri beriklim tropis.

Kendati demikian, tak diketahui secara pasti, kapan sebenarnya perempuan Nusantara mulai mengenakan kebaya sebagai busana. Sejarawan dari Prancis, Denys Lombard, dalam buku Nusa Jawa: Silang Budaya (1996) mengatakan, kebaya berasal dari kata dalam bahasa Arab, kaba, yang berarti ‘pakaian’.

Sejauh ini, apa yang diungkapkan Lombard itu boleh jadi benar. Karena, dalam budaya masyarakat Arab ada juga model pakaian perempuan yang dikenal sebagai abaya, semacam tunik panjang.

Namun, ada juga yang mengatakan, kebaya sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit, kerajaan besar di Jawa Timur, yang berdiri pada abad ke-13, tepatnya 1292. Ini juga kemungkinan benar, karena agama Islam yang kitab sucinya menggunakan bahasa Arab sudah masuk di Tanah Jawa pada abad tersebut dan semakin luas pengaruhnya menjelang runtuhnya Kerajaan Majapahit pada awal abad ke-16.