Ilustrasi

Koran Sulindo – Badan Kesehatan PBB WHO menyatakan sekitar 4 persen dari total penduduk dunia mengalami gejala depresi.

“Kondisi ini berkorelasi karena memperparah beberapa penyakit tidak menular seperti, diabetes, penyakit jantung, bahkan stroke. Untuk itulah depresi perlu diketahui, perlu disadari, agar dapat dikelola dan ditanggulangi,” kata perwakilan WHO untuk Indonesia, Dr. Jihane Tawilah, di Jakarta, seperti dikutip situs kemenkes.go.id

Depresi yang berlarut-larut dan tidak ditangani dapat mengantarkan pada tindakan bunuh diri. Hampir 800 ribu kematian akibat bunuh diri terjadi setiap tahun di dunia, atau setiap 40 detik 1 orang meninggal karena bunuh diri.

Depresi adalah keadaan yang memiliki gejala berupa rasa sedih yang berkepanjangan dan hilangnya minat untuk melakukan kegiatan yang biasa disukai, diikuti penurunan kemampuan menjalankan kegiatan yang biasa dilakukan.

Tawilah mengatakan stigma terhadap depresi harus dikurangi. Masyarakat harus lebih peka terhadap tanda dan gejala depresi. Setiap orang perlu bicara tentang depresi secara terbuka dan dewasa, peka terhadap tanda dan gejala agar bisa mendapatkan bantuan layanan kesehatan jiwa.

“Orang yang mengalami depresi itu merasa dirinya tidak baik,sementara orang-orang di sekitarnya tidak peka. Padahal orang yang depresi itu sedang sakit dan membutuhkan bantuan kita untuk sembuh dari penyakitnya,” kata  Tawilah.

Depresi kerap tampak dalam bentuk gangguan tidur, perubahan nafsu makan, perasaan bersalah atau tidak berguna, lelah berkepanjangan, bahkan pemikiran menyakiti diri sendiri.

“Segala macam situasi bisa menyebabkan depresi. Depresi dapat terjadi pada siapapun, dalam usia berapapun. Ini perlu kita sosialisasikan agar kita bisa lebih menyadari gejala depresi yang dialami,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, H.M. Subuh, di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (6/4).

Yuk Curhat

Hari Kesehatan Sedunia yang diperingati setiap 7 April pada tahun ini bertema “Depression: Lets Talk” dan tema nasional “Depresi: Yuk Curhat!”.

Curhat atau curahan hati, hal sederhana yang dilakukan semua orang, ternyata memiliki manfaat yang besar karena menghindarkan seseorang dari depresi.

“Tanpa kita sadari sebenarnya curhat itu penting, untuk exhaust. Mengekspresikan perasaan bisa mengurangi beban masalah kejiwaan,” kata dr. Subuh.

Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), dr. Diah Setia Utami, Sp. KJ., MARS, mengatakan masyarakat bisa membantu orang-orang yang mengalami depresi dengan mendengarkan mereka berbicara, dan membuka wawasan mereka bahwa di sekitar mereka ada harapan dan banyak orang yang ingin membantu.

“Seringkali mereka tahu ada yang terjadi dalam dirinya, namun seringkali merasa rakut salah menyatakan perasaan. Terkadang mereka sudah bicara tapi tidak didengarkan, malah dinasehati, atau disalahkan. Itu justru memperparah keadaan,” katanya.

Yang dibutuhkan adalah pendengar yang baik, tidak memotong pembicaraan, dan tidak menasehati apalagi menyalahkan.

“Bersifat mendukung, bisa memahami, ada reflective listening. Harus benar-benar bisa menjadi orang yang bisa mendengar, bukan just hearing melainkan listening,” katanya.

Menyimak (listening) bukan hanya memakai telinga saja untuk mendengar, tetapi juga menggunakan indera lainnya, seperti mata (untuk melihat gerak tubuh dan ekspresi), hati (untuk berempati terhadap apa yang dikatakan), dan pikiran (untuk mengkoneksi setiap kata dan ucapan). [DAS]