Suluh Indonesia – Kota terbesar di Jalur Sutra adalah Samarkand di Uzbekistan karena menjadi tempat berkumpulnya para pedagang Tiongkok. Bahkan rute utama sebelum meneruskan perjalanan ke Eropa. Penduduk Samarkand dikenal memiliki keterampilan tukang kayu, astronom, dan sastrawan. Di Samarkand terdapat saluran yang mampu menyuplai air untuk 200 ribu orang. Air merupakan bekal utama pedagang atau penjelajah dalam perjalanan jarak jauh.
Republik Uzbekistan merupakan sebuah negara antarbenua karena sebagian terletak di Asia Tengah dan sebagian di Eropa Timur. Sebelumnya, Uzbekistan yang dibentuk pada 1924, merupakan bagian dari negara Uni Soviet. Setelah Uni Soviet runtuh, Republik Uzbekistan memerdekakan diri pada Desember 1991. Saat ini Uzbekistan menjadi bagian dari benua Asia.
Wilayah Uzbekistan,menurut Wikipedia, telah dihuni sejak milenium kedua SM. Ada temuan-temuan perkakas purba dan monumen-monumen di daerah Ferghana, Tashkent, Bukhara, Khorezm (Khwarezm, Khorasmia), dan Samarkand. Uzbekistan beribu kota di Tashkent.
Selama berabad-abad, wilayah Uzbekistan diperintah oleh Kekaisaran Iran, seperti Kekaisaran Parthia dan Sassanian. Pada abad ke-14 M Timur Lenk mengalahkan berbagai bangsa dan mampu memperluas wilayahnya hingga ke Timur Tengah. Timur Lenk berusaha membangun ibu kota imperiumnya di Samarkand. Karena itu Timur Lenk dianggap sebagai salah satu pahlawan terbesar di Uzbekistan.
Uzbekistan memiliki luas wilayah 447.400 kilometer persegi sehingga menjadi salah satu negara Asia Tengah terbesar. Bahkan satu-satunya negara Asia Tengah yang berbatasan dengan semua negara Asia Tengah. Populasi di Uzbekistan sangat beragam. Di sana ada sekitar 100 etnis. Mayoritas warga Uzbekistan (88%) menganut Islam Sunni. Sisanya (12%) menganut Kristen, Katolik, Buddha, Yahudi, dan lain-lain.
Kota paling terkenal di Uzbekistan berkaitan dengan Jalur Sutra adalah Samarkand, kota terbesar ketiga di Uzbekistan. Usia Samarkand hampir 3.000 tahun. Pada periode awal Islam abad ke-7, kota ini berkembang pesat. Namun kemudian dirusak oleh Genghis Khan pada 1220. Pada 1868 Samarkand menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia, dan pada 1925—1930 kota ini menjadi ibu kota Republik Sosialis Uzbekistan.
Penjelajah dari Maroko, Ibnu Batutah (1304-1368), pernah mengunjungi Samarkand pada 1330. Ia menggambarkan kota itu sebagai salah satu kota teragung, terbaik, dan paling sempurna dalam hal keindahan. Di dalam kota terdapat bangunan masjid, istana, taman, dan beragam mahakarya arsitektur. Ibnu Batutah telah mengunjungi sekitar 40 negara, termasuk ke Nusantara.
Pada abad ke-8, Samarkand ditaklukkan oleh bangsa Arab dan Muslim. Selama berada di bawah pemerintahan Dinasti Umayyah, kota ini tumbuh makmur menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan rute antara Baghdad dan Tiongkok. Selanjutnya, pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, posisi Samarkand sebagai ibu kota Asia Tengah terus berkembang menjadi pusat peradaban Islam yang sangat penting. Di kota inilah, salah satu ulama hadis terbesar dalam sejarah Islam, Imam al-Bukhari, dimakamkan pada 870 M/256 H. Makam Imam al-Bukhari sering dikunjungi peserta wisata religi, termasuk wisatawan dari Indonesia. Pada 1961 Presiden Sukarno berkesempatan mengunjungi makam itu.
Di kota Samarkand ada beberapa peninggalan berarsitektur Islam, antara lain Masjid Bibi-Khanum, Madrasah Ulugbek, Madrasah-Sher-Dor, Madrasah Tilya-Kori, Museum dan situs arkeologi Afrasiab, Gur Emir Mausoleum-Shahi-Zinda Ensemble, Khodja Mausoleum-Doniyor, Observatorium Ulugbek, dan Hodja-Abdu-Darun.
Obyek andalan di Samarkand adalah Registan Square, berupa gapura dan pilar dengan hiasan motif berwarna biru dan kuning. Registan adalah jantung kota kuno Samarkand. Nama Registan berarti “tempat berpasir” atau “gurun” dalam bahasa Persia. Bisa dibilang inilah alun-alun tercantik di dunia sehingga terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.
Saat berada di bawah kekuasaan Dinasti Samaniyah Khurasan (862–999), Dinasti Turki Seljuk (1037–1194), dan kemudian Dinasti Shah Khawarazmi (1212–1220), Samarkand terus berkembang menjadi kota yang maju. Namun, peradaban agung yang sudah dibangun selama berabad-abad di kota ini langsung runtuh seketika tatkala pasukan Mongol yang dipimpin oleh Jengis Khan menginvasi Samarkand pada 1220.
Kemegahan peradaban di Samarkand, sebagaimana yang pernah disebut media online Republika, mulai bangkit kembali ketika Kekaisaran Timuriyah menaklukkan kota ini pada abad ke-14. Setelah berhasil menguasai Transoksiana pada 1370, Timur Lenk mulai membangun kerajaannya dan menetapkan Samarkand sebagai pusat pemerintahannya.
Timur Lenk memiliki minat yang tinggi terhadap dunia seni. Bahkan, semasa hidupnya, sang raja kerap membawa sejumlah perajin atau seniman dari berbagai daerah yang ditaklukkannya ke Samarkand. Karena itu Dinasti Timuriyah juga tercatat sebagai salah satu kerajaan yang paling cemerlang dalam sejarah seni Islam.
Saat ini Samarkand tercatat sebagai salah satu kota tua yang masuk dalam daftar warisan budaya dunia UNESCO. Dengan segala kemegahan peradaban yang dimilikinya, Samarkand layak disebut sebagai harta karun dunia Islam di Jalur Sutra. Di kota ini para pedagang dari berbagai negara bertemu dan saling bertukar pikiran sehingga membentuk asimilasi kebudayaan di antara mereka. Terlihat beberapa tinggalan Buddha juga ada di Samarkand. Tentu saja kelestarian kekayaan budaya itu harus dijaga. [DS]
Baca juga:
- Keragaman, Menjaga Warisan dari Masa Lalu
- TALIBAN versus (Kekayaan Budaya) AFGANISTAN
- Xian, Pusat Perdagangan yang Meleburkan Berbagai Etnis dan Agama
- Persia di Ujung Jalur Sutra
- Komoditas Perdagangan Jalur Sutra
- Tinja Menjadi Petunjuk Wabah Hitam di Jalur Sutra