Koran Sulindo – Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan berlakunya Pasal 162 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang keterangan saksi yang tidak dihadirkan dalam persidangan. Pasal itu dinilainya sudah tidak relevan diterapkan saat ini.
“Apa pasal ini perlu dipertahankan, dengan kemajuan teknologi informasi saat ini. Seharusnya bisa dihadirkan saksinya, didengar melalui telekonferensi,” kata Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (4/10).
Yusril adalah kuasa hukum dari mantan anggota DPR dari PDI Perjuangan, Izedrik Emir Moeis, yang mengajukan uji materi Pasal 162 KUHAP di MK.
Menurut Yusril, saat ini transmisi elektronik sudah diakui sebagai suatu alat bukti di persidangan.
Yusril juga meminta pertimbangan hukum MK dapat memberikan arahan bahwa penerapan suatu pasal dapat disesuaikan dengan tingkat kemajuan teknologi komunikasi.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan itu, Yusril juga menceritakan kasus yang menimpa Emir selaku pemohon, akibat penerapan pasal tersebut.
Pemohon menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tarahan, Lampung, pada 2004 lalu dan berkali-kali meminta jaksa penuntut umum serta majelis hakim menghadirkan Direktur Utama Pacific Resources Pirooz Muhammad Sharafi yang berkewarganegaraan asing, namun tidak pernah didatangkan.
“Dia diperiksa di Amerika Serikat, bukan di Kedutaan Indonesia, tidak datang di persidangan, tapi dibacakan keterangannya dalam BAP diterima oleh majelis hakim, lalu Pak Emir dipidana,” kata Yusril.
Belakangan diketahui bahwa tanda tangan dalam surat keterangan tersebut adalah palsu.
Atas kasus yang menjeratnya itu, Emir divonis tiga tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan penjara.
Yusril meminta agar Majelis Hakim membatalkan Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP tersebut. [DAS]